Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebuat aliran-aliran pendidikan. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan, utamanya calon pakar kependidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu. Ilmu pendidikan berasal dari berbagai ilmu seperti sosiologi, psikologi, dan filsafat, oleh karena itu didalam ilmu pendidikan ditentukan dari berbagai macam aliran. Adanya berbagai aliran itu disebabkan ilmu pendidikan berhubungan dengan manusia yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, sehingga pendidikan tak pernah luput dari pemikiran para ilmuwan.
A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan
Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada zaman Yunani kuno, dan dengan kontribusi berbagai bagian dunia lainnya akhirnya berkembang dengan pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Oleh karena itu aliran-aliran klasik atau gerakan-gerakan baru berasal dari kedua kawasan itu. Pemikiran-pemikiran itu berkembang diseluruh dunia termasuk indonesia dibawa oleh orang-orang yang beajar di Eropa atau Amerika Serikat sehingga mudah berkembang di Indonesia. Penyebaran itu mengakibatkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan itu umumnya menjadi acuan dalam penetapan kebijakan di bidang kebijakan diberbagai negara.
Aliran-aliran klasik yang meliputi aliran Empirisme, Nativisme, Naturalisme dan Konvergensi merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran tersebut mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan mulai dari yang terendah sampai tingkat yang tinggi, seperti SD, SMP sedangkan yang tertinggi SMA dan sekolah perguruan tinggi. Aliran-aliran bervariasi tentang pendapat mengenai pendidikan, mulai dari yang pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan merusak masa depan anak untuk mengembangkan bakatnya, sedangkan aliran optimisme memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati.
1. ALIRAN KLASIK DALAM PENDIDIKAN
Terdapat perbedaan penekanan didalam suatu teori kepribadian tertentu tentang faktor manakah yang paling berpengaruh dalam perkembangan kepribadian. Perkembangan kepribadian itu bisa dipengaruhi oleh lingkungan karena dalam lingkungan sehari-hari dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, bila dalam lingkungan memberi contoh tidak baik maka kepribadian seorang tersebut juga tidak akan baik, seperti keluarga yang harus memberikan contoh kepada keturunannya agar mereka lebih baik dan dapat menjadi contoh di lingkungan dimana mereka tinggal.
Teori-teori dari strategi behavioral dan strategi phenologis menekankan faktor belajar. Kedua strategi ini menekankan faktorbelajar. Tetapi mengemukakan pandangan yang berbeda tentang bagaimana proses belajar itu terjadi, akibat perbedaan pandangan tentang hakikat manusia. Strategis behavioral tergantung pada lingkungannya sedang strategi fenomenalogis memandang manusia sebagai makhluk aktif yang mampu beraksi dan melakukan pilihan-pilihan sendiri. Perbedaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai aliran-aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja, dan dengan demikian, suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.
a) Aliran Emperisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena mempunyai bakat tersendiri, meskipun lingkungan disekitarnya tidak mendukung keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemauan, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat diubah, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan scientific psycology Skinner ataupun dengan behavioral. Behaviorisme itu menjadikan prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun demikian, pandangan-pandangan behavioral ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu sebagai berikut:
a. Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi.
b. Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku.
c. Pandangan yang menekankan peranan stimulus atau rangsangan terhadap perilaku.
Seperti yang akan dikemukakan pada butir atau aliran konvergensi pada bagian ini, beberapa pendapat dalam pandangan behavioral tersebut tidak lagi sepenuhnya ala ”Tabula Rasa” dari J. Locke, karena telah mulai diperhatikan pula faktor-faktor internal dari manusia.
a) AliranNativisme
Aliran ini ditokohi Schopen Hauwer (Jerman : 1788-1860) berpendapat bahwa manusia dilahirkan dengan potensi-potensi yang sudah jadi, sehingga faktor pendidikan dan lingkungan tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak, yang baik akan menjadi baik dan yang jelek akan menjadi jelek. Aliran ini berpendapat sekalipun diperlukan pendidikan, pendidikan tersebut hanya bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir. Hasil perkembangan anak tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.
Oleh karena itu hasih akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme dari asal kata Native yang berarti terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat. Sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka ia akan menjadi orang baik. Pembawaan buruk dan baik ini tidak dapat diubah dari kekuatan luar.
Meskipun dalam sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat dan sifat dari orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan. Pandangan konvergensi akan memberikan penjelasan tentang pentingnya kedua faktor yaitu pembawaan atau hereditas dan lingkungan dalam perkembangan anak. Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat suatu ’inti’ pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas.
Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, namun pengalaman dalam belajar. Itu ataupun penerimaan dan persepsi seorang banyak ditentukan oleh kemampuan memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Pendekatan ini sangat mementingkan pandangan holistik (menyeluruh, gestait) serta pemahaman perilaku orang dari sudut pandang si empunya perilaku itu. Terdapat variasi pendapat dari pendekatan phenomenologi/humanistik tersebut sebagai berikut :
1. Pendekatan aktualisasi diri atau non direktif.
2. Betapa pentingnya memahami hubungan ”transaksi” antara manusia dan lingkungannya sebagai bekal awal memahami perilakunya.
3. Pendekatan ”gestait” baik yang klasik maupun pengembangan selanjutnya.
4. Pendekatan ”search for meaning” dengan aplikasinya sebagai logotherapy dari viktor franki yang mengungkapkan betapa pentingnya semangat (human spirit) untuk mengatasi berbagai tantangan masala yang dihadapi.
a) Aliran Naturalisme
Aliran Naturalisme yang dipelopori oleh seorang Filsuf Perancis J.J.Rousseau (1712-1778). Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan tidak semua mempunyai bawaan baik. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.
b) Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seseorang anak dilahirkan didunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun factor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Teori W.Stern disebut teori konvergensi (konvergensi aadalah memusat satu titik). Menurut teori konvergensi :
1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan
2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia, Faktor-faktor dalam menentukan tumbuh-kembang. Variasi-variasi perbedaan pandangan tentang strategi yang tepat untuk memahami perilaku manusia, seperti strategi disposisional atau konstitusional, strategi phenomenologis/humanistik, strategi behavioral, strategi psikodinamik/psikoanalitik, dan sebagainya.
2. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakanpengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain: Fr. A. Finger (1808-1888) di Jerman dengan heimatkunde (pengajaran alam sekitar, dan J. Ligthart (1859-1916) di' Belanda dengan Met Volle-Leven {kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip gerakan Heimatkunde adalah:
1. Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung. Betapapentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar orang pengajaran.
2. Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anakaktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, dan catat saja.
3. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas,yaitu suatu bentuk pengajaran dengan ciri-ciri dalam garis besarnya sebagai berikut:
a. Suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalamdaftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya untuk mencaPai tujuan.
b. Suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atassuatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitarnya.
c. Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran ituberhubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur.
4. Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektual ialah segala sesuatu yang baru dan masuk di dalam intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak. Harus terjadi proses asimilasiantara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.
5. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak. Menurut J. Lingthart mengemukakan pegangan dalam Het Voile Leven sebagai berikut:
a. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya, tidak kebalikannya, sebab kata itu hanya suatu tanda dari pengertian tentang barang itu.
b. Pengajaran sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran selanjutnya atau roatapengajaran yang lain harus dipusatkan atas pengajaran itu. Haruslah diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua jurusan, agar muridpaham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya (pengajaran alam sekitar).
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly (1971-1932) dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat (Centres d'interef). Menurut Decroly dunia ini terdiri dari alam dan kebudayaan. Dan dunia itu harus hidup dan dapat mengembangkan kemampuan untuk mencapai cita-cita. Oleh karena itu, anak harus mempunyai pengetahuan atas diri sendiri dan dunianya. Pengetahuan anak-anak harus bersifat subjektif dan objektif. Dari penelitian secara tekun, Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yang merupakan dua halyang khas dari Decroly, yaitu:
1. Metode Global {keseluruhan). Dari hasil yang didapat dari observasi dan tes, dapatlah ia menciptakan, bahwa anak-anak mengamati dan mengingat secara global (keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada bagian-bagian. Jadi ini berdasar atas prinsip psikologi Gestalt. Dalam mengajarkan membaca dan menulis, temyata mengajarkan kalimat lebih mudah daripada mengajarkan ftata-kata lepas. Sedang kata lebih mudah diajarkan daripada mengajarkan hur.uf-huruf secara tersendiri. Metode ini bersifat video visual sebab artisesuatu kata yang diajarkan itu selalu diasosiasikan dengan tanda (tulisan), atau suatu gambar yang dapat dilihat.
2. Centre d'interet (pusat-pusat minat). Dari penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak-anak mempunyai minat yang spontan {sewajarnya). pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan tersebut. Sebab apabila tidak, yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oteh guru, maka pengajaran itu tidak akan banyak hasilnya. Anak mempunyai minat-minat spontan terhadap diri sendiri dan minat spontan terhadap dirisendiri itu dapat kita bedakan menjadi:
a. Dorongan mempertahankan diri.
b. Dorongan mencarimakan dan minum.
c. Dorongan memelihara diri.
Sedangkan minat terhadap masyarakat (biososial) ialah:
a. Dorongan sibuk bermain-main.
b. Dorongan meniru orang lain.
Dorongan inilah yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran harus selalu dihubungkan dengan pusat-pusat minat tersebut. Gerakan pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar, dan lain-lain) agarperhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Dengan kemajuan teknologi pengajaran, peluang mengadakan variasi tersebut menjadi terbuka lebar, dan dengan demikian upaya menarik minat menjadi lebih besar.
c. Sekolah Kerja
J.H.Pstalozzi (1746-1827} mengajarkan bermacam-macam matapelajaran pertukaran disekolahnya. Namun yang sering dipandang sbagai kpalah skolah adalah G. Kerschensteiner (1354-1932) dengan Arbeitschule-nya (sekolah kerja) dijerman. Perlu dikemukakan bahwa sekolah individu tetapijuga demi kepentingan masyarakat. Dngan kata lain, sekolah berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik, yakni :
1. Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan.
2. Tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara.
3. Dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu mernpertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara. Berdasarkan hal itu, maka menurut G. Kerschensteinertujuan sekolah adalah :
a. Menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan yang didapat dari buku atau pengetahuan orang lain, dan yang didapat dari pengalaman sendiri.
b. Agar anak dapat memiliki kernampuan dan kemahiraan tertentu.
c. Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi negara.
d. Pengajaran Proyek
Dalam pengajaran proyek anak bebas menentukan pilihannya (terhadap pekerjaan), merancang, serta memimpinnya. Proyek yang ditentukan oleh anak, mendorongnya mencarijalan pemecahan bila ia menemui kesukaran. Anak dengan sendirinya giat dan aktif karena sesuai dengan apa yang diinginkannya. Proyek itulah yang menyebabkan mata pelajaran-mata pelajaran itu tidak terpisah-pisah antara yang satu dengan yang lain. Fengajaran berkisar disekltar pusat-pusat minat sewajarnya.
Menurut Dewey yang menjadi kompleks pokok ialah pertr.rkaran kayu, mernasak, dan menenun. Mata pelajaran - mata pelajaran seperti menulis, membaca, dan berhitung serta bahasa tidak ada sebab semua itu berjalan dengan sendirinya pada waktu anak-anak melaksanakan proyek itu. Anak tidak boleh dipisChkan-daripengajaran bahasa ibu sebab bahasa ibu merupakan alat pernyataan pengalaman dan perasaan anak-anak. Dalam pengaiaran proyek, pekerjaan-pekerjaan dikerjakan secara berkelompok untuk menghidupkan rasa gotong-royong. Juga dalam bekerja sama itu akan lahir sifat-sifut baik pada diri anak seperti bersaing seara sportif, bebas menyatakan pendapat, dan disiplin yang sewajarnya. Sifat-sifat manusia tersebut sangat dipelukan dalam masyarakat luas yang kapitalistik dan demokratik.
A. DUA “ALIRAN” POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta. Taman siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak-Kanak) dan Kursus Guru, selanjutnya Taman Muda (SD), Disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-Kweekschool).
a. Asas dan Tujuan Taman Siswa
Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut “Asas 1922” adalah sebagai berikut:
1. Setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terbitnya persatuan dalam perikehidupan umum. Dari asas yang pertama ini jelas bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh Taman Siswa adalah kehidupan yang tertib dan damai (tata dan tentram, Orde on Vrede). Dari asas ini pulalah lahir “sistem among”, dalam cara man guru memperoleh sebutan “pamong” yaitu sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan bersemboyan “Tut Wuri Handayani”, yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa.
2. Pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri. Siswa jangan selalu dicekoki atau disuruh menerima buah fikiran saja, melainkan para siswa hendaknya dibiasakan mencari/menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan fikiran dan kemampuannya sendiri.
3. Pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
4. Pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
5. Untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri, dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat, baik ikatan lahir maupun batin.
6. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan. Dari asas ini tersirat keharusan untuk hidup sederhana dan hemat.
7. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak. Asas ini disebut sebagai “asas berhamba kepada anak didik” dan di kenal dengan istilah “pamong” atau istilah sekarang pahlawan tanpa tanda jasa.
Ketujuh asas di atas diumumkan pada tanggal 3 juli 1922, bertepatan dengan berdirinya Taman Siswa, dan disahkan oleh Kongres Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 7 Agustus 1930.
2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang pendidik INS ( Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam 9 Sumatra Barat). INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya , kemudian diambil alih oleh Moh. Sjafei. Dimulai dengan 7 orang murid, dibagi dalam 2 kelas, serta masuk ke sekolah bergantian karena gurunya hanya satu, yakni Moh. Sjafei sendiri. Pada tahun 1952, dengan hanya ada 30 orang siswa, Ins mendirikan percetakan Sridharma yang menterbitkan majalah bulanan Sendi dengan sasaran khalayak adalah anak – anak.
a. Asas-asas ruang pendidikan
1. Berpikir logis dan rasional
2. Keaktifan dan kegiatan
3. Pendidikan masyarakat
4. Memperhatikan pembawaan anak
5. Menentang intelaktualisme
Tujuan ruang pendidik INS Kayu Tanam
1. Mendidik rakyat kearah kemerdekaan
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3. Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
4. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab
5. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan
b. Usaha-usaha ruang pendidik INS Kayu Tanam
1. Dalam bidang kelembagaan.
a) Menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan
b) Program khusus untuk menjadi guru yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan kemampuan mengajar dan praktek mengajar.
2. Usaha mandiri
a) Penerbitan sendi (majalah anak-anak)
b) Buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara dan angka dengan judul “Kunci 13”
c) Mencetak buku pelajaran
Hasil-Hasil yang Dicapai
Bebrapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan penerbitan majalah anak-anak sendi, serta buku-buku pelajaran. Dan usaha yang dilakukan antara lain ;
1) Mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan)
2) Mengupayakan bebrapa ruang pendidik (jenjang persekolahan) dan sejumlah alumni. Dan bebrapa alumni telah berhasil menerbitkan salah satu tulisan Moh. Sjafi’i yakni Dasar-Dasar Pendidikan (1976).
Kesimpulan
Kesimpulan
Setiap calon tenaga kependidikan, utamanya calon pakar kependidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu. Ilmu pendidikan berasal dari berbagai ilmu seperti sosiologi, psikologi, dan filsafat, oleh karena itu didalam ilmu pendidikan ditentukan dari berbagai macam aliran. Adanya berbagai aliran itu disebabkan ilmu pendidikan berhubungan dengan manusia yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, sehingga pendidikan tak pernah luput dari pemikiran para ilmuwan. Aliran-aliran bervariasi tentang pendapat mengenai pendidikan, mulai dari yang pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan merusak masa depan anak untuk mengembangkan bakatnya, sedangkan aliran optimisme memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati.
Daftar Pustaka
Tirtarahardja, Umar.. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
M. Sukardjo, dan Komarudin, Ukim. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar