Senin, 22 Juli 2019

Hakikat Pembelajaran Matematika


1.        Pembelajaran Matematika

Kehidupan sehari-hari secara langsung memerlukan keterampilan berkaitan dengan menghitung, misalnya saat kita berbelanja. Keterampilan berkaitan dengan menghitung berupa pengembalian uang belanja, menginterpretasikan ukuran-ukuran dalam resep makanan, dan menghitung harga barang yang dibeli. Untuk itu manusia perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan penalaran dan hitung menghitung melalui pelajaran di sekolah. Lampiran I Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (2009: 9), menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Lebih lanjut dijelaskan pula pemberian pendidikan matematika dapat digunakan untuk sarana dalam pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Ebbutt dan Straker 1995 (Marsigit, 2003 : 2-3), memberikan pedoman bagi guru agar siswa menyenangi matematika di sekolah berdasarkan kepada anggapan tentang hakikat matematika dan hakikat subyek didik beserta implikasinya terhadap pembelajaran matematika sebagai berikut.

a.           Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan
Dalam pembelajaran matematika, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola dan untuk menentukan hubungan. Kegiatan dapat dilakukan melalui percobaan untuk menemukan urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya serta memberi kesempatan siswa untuk menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.

b.           Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan

Dalam pembelajaran matematika, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir berbeda menggunakan pola pikir mereka sendiri sehingga menghasilkan penemuan mereka sendiri. Guru juga meyakinkan siswa bahwa penemuan mereka bermanfaat walaupun terkadang kurang tepat dan siswa diberi pengertian untuk selalu menghargai penemuan dan hasil kerja orang lain.

c.           Matematika adalah kegiatan problem solving
Guru berupaya mengembangkan pembelajaran sehingga menimbulkan masalah matematika yang harus dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan cara mereka sendiri. 
d.          Matematika merupakan alat berkomunikasi
Guru harus berusaha menjadikan kegiatan pembelajaran matematika yang memfasilitasi siswa mengenal dan dapat menjelaskan sifat-sifat matematika. Guru juga diharapkan dapat menstimulasi siswa untuk dapat menjadikan matematika sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Memperhatikan penjelasan tentang pembelajaran matematika di atas, dengan mengacu pada pendapat Ebbutt dan Straker maka dapat diketahui bahwa guru harus mempunyai pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran matematika sehingga diharapkan pembelajaran matematika menyenangkan bagi siswa, bermanfaat, dan sesuai dengan tingkat perkembangannya.

2.        Teori Belajar Matematika

Menurut Piaget (Pitadjeng, 2006: 28), perkembangan belajar matematika anak malalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman langsung atau memanilupasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan anak pada tahap semi abstrak memanipulasi/melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Sedangkan pada tahap abstrak anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang/simbol  atau  membaca/mendengar  secara  verbal  tanpa  kaitan

dengan objek-objek konkret.

Bruner   (Karso,   dkk   2009:   1.12),   menekankan   bahwa   setiap

individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda di

dalam  lingkungannya,   menemukan   cara   untuk   menyatakan   kembali

peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model

mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya atau dikenalnya.

Lebih   lanjut   Bruner   (Karso,   dkk.   2009:   1.12),   menyatakan    hal-hal

tersebut sebagai proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu.

a.       Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)

Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba; belum harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, dan bentuk-bentuk gerak lainnya (serupa dengan tahap sensori motor dari Peaget)

b.       Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)

Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Degnan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda real itu tidak lagi berada di hadapannya (tahap pre-operasi dari peaget)

c.       Tahap simbolik (Symbolic)

Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa dengan suatu simbol maka bayangan mental yang ditandai itu akan dapat dkenalnya kembali. Pada tahap ini anak sudah mampu memahami simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya. (serupa dengan tahap operasi konkret dan formal dari Peaget).

Setelah memperhatikan teori belajar bruner di atas maka dapat diketahui   bahwa    memang    untuk    memudahkan    pemahaman      dan keberhasilan anak pada pembelajaran matematika haruslah secara bertahap dimulai dari hal yang nyata menuju ke abstrak.







3.        Tujuan Pendidikan Matematika

Menurut Mathematical Sciences Education Board-National Research Council (Ariyadi Wijaya, 2012: 7), terdapat empat tujuan pendidikan matematika ditinjau dalam lingkungan sosial, meliputi:

a.         Tujuan praktis

Tujuan praktis dari matematika ialah berkaitan pengembangan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan matematika untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

b.        Tujuan kemasyarakatan

Tujuan pendidikan matematika ini yaitu mengupayakan pengembangan kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam hidup bermasyarakat. Sudah saatnya pendidikan matematika tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif siswa namun pendidikan matematika juga harus dapat mengembangkan kemampunan sosial siswa.

c.         Tujuan profesional

Tujuan profesional dari pendidikan matematika berorientasi pada mempersiapkan siswa untuk terjun di dunia kerja. Seperti kita ketahui seluruh jenis pekerjaan yang ada sekarang baik langsung maupun tidak langsung menuntut kemampuan matematika.

d.        Tujuan budaya

Pendidikan merupakan suatu bentuk budaya dan diharapkan

pendidikan  matematika  dapat  dijadikan  bagian  dari  suatu  budaya

manusia sehingga berperan dalam mengembangkan kebudayaan.

Sementara dalam Lampiran I Permendiknas No. 22 Tahun 2006

(2009: 10), menyebutkan tujuan pembelajaran matematika bagi siswa di

sekolah dasar adalah sebagai berikut.

a.   Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

b.   Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

c.       Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

d.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

e.       Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa penekanan pembelajaran

matematika    terletak     pada    penataan    nalar,     pemecahan      masalah,

pembentukan sikap, dan keterampilan dalam penerapan matematika.

4.        Ruang Lingkup Pelajaran Matematika di SD

Adapun  ruang   lingkup   pelajaran   matematika   yaitu    bilangan,

geometri, dan pengukuran, serta pengolahan data. Abdurrahman, 1996

(Bandi   Delphie,    2009:    3),    menyebutkan    bahwa    mata    pelajaran

matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

Pengukuran dan geometri ditekankan pada kemampuan mengidentifikasi pengelolaan data dan bangun ruang serta menentukan keliling, luas, volume, dalam pemecahan masalah. Pengelolaan data ditekankan pada kemampuan mengumpulkan, menyajikan dan membaca data.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar