1.
Pembelajaran Matematika
Kehidupan
sehari-hari secara langsung memerlukan keterampilan berkaitan dengan
menghitung, misalnya saat kita berbelanja. Keterampilan berkaitan dengan
menghitung berupa pengembalian uang belanja, menginterpretasikan ukuran-ukuran
dalam resep makanan, dan menghitung harga barang yang dibeli. Untuk itu manusia
perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan penalaran
dan hitung menghitung melalui pelajaran di sekolah. Lampiran I Permendiknas No.
22 Tahun 2006 (2009: 9), menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif. Lebih lanjut dijelaskan pula pemberian pendidikan matematika
dapat digunakan untuk sarana dalam pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide
atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Ebbutt dan
Straker 1995 (Marsigit, 2003 : 2-3), memberikan pedoman bagi guru agar siswa
menyenangi matematika di sekolah berdasarkan kepada anggapan
tentang hakikat matematika dan hakikat subyek didik beserta implikasinya
terhadap pembelajaran matematika sebagai berikut.
a.
Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan
Dalam
pembelajaran matematika, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola dan untuk menentukan
hubungan. Kegiatan dapat dilakukan melalui percobaan untuk menemukan urutan,
perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya serta memberi kesempatan
siswa untuk menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.
b.
Matematika adalah kreativitas yang
memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan
Dalam
pembelajaran matematika, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir berbeda menggunakan pola pikir mereka sendiri sehingga menghasilkan
penemuan mereka sendiri. Guru juga meyakinkan siswa bahwa penemuan mereka
bermanfaat walaupun terkadang kurang tepat dan siswa diberi pengertian untuk
selalu menghargai penemuan dan hasil kerja orang lain.
c.
Matematika adalah kegiatan problem solving
Guru
berupaya mengembangkan pembelajaran sehingga menimbulkan masalah matematika
yang harus dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan cara mereka sendiri.
d.
Matematika merupakan alat berkomunikasi
Guru harus
berusaha menjadikan kegiatan pembelajaran matematika yang memfasilitasi siswa
mengenal dan dapat menjelaskan sifat-sifat matematika. Guru juga diharapkan
dapat menstimulasi siswa untuk dapat menjadikan matematika sebagai alat
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Memperhatikan
penjelasan tentang pembelajaran matematika di atas, dengan mengacu pada
pendapat Ebbutt dan Straker maka dapat diketahui bahwa guru harus mempunyai
pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran matematika sehingga diharapkan
pembelajaran matematika menyenangkan bagi siswa, bermanfaat, dan sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
2.
Teori Belajar Matematika
Menurut
Piaget (Pitadjeng, 2006: 28), perkembangan belajar matematika anak malalui 4
tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap
konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman
langsung atau memanilupasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret sudah
tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret,
tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan
anak pada tahap semi abstrak memanipulasi/melihat tanda sebagai ganti gambar
untuk dapat berpikir abstrak. Sedangkan pada tahap abstrak anak sudah mampu
berpikir secara abstrak dengan melihat lambang/simbol atau
membaca/mendengar secara verbal
tanpa kaitan
dengan objek-objek konkret.
Bruner (Karso, dkk 2009: 1.12), menekankan bahwa setiap
individu pada waktu mengalami atau
mengenal peristiwa atau benda di
dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatakan kembali
peristiwa atau benda tersebut di
dalam pikirannya, yaitu suatu model
mental tentang peristiwa atau benda
yang dialaminya atau dikenalnya.
Lebih lanjut Bruner (Karso, dkk. 2009: 1.12), menyatakan hal-hal
tersebut sebagai proses belajar yang
terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu.
a. Tahap
Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Tahap pertama anak belajar
konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di
dunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba;
belum harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, dan
bentuk-bentuk gerak lainnya (serupa dengan tahap sensori motor dari Peaget)
b. Tahap Ikonik
atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini, anak telah
mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan
mental. Degnan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan
gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau
dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau benda
real itu tidak lagi berada di hadapannya (tahap pre-operasi dari peaget)
c. Tahap
simbolik (Symbolic)
Pada tahap terakhir ini anak
dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa.
Apabila ia berjumpa dengan suatu simbol maka bayangan mental yang ditandai itu
akan dapat dkenalnya kembali. Pada tahap ini anak sudah mampu memahami
simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya. (serupa dengan tahap operasi
konkret dan formal dari Peaget).
Setelah memperhatikan teori belajar
bruner di atas maka dapat diketahui bahwa memang untuk memudahkan pemahaman dan keberhasilan
anak pada pembelajaran matematika haruslah secara bertahap dimulai dari hal
yang nyata menuju ke abstrak.
3.
Tujuan Pendidikan Matematika
Menurut Mathematical
Sciences Education Board-National Research Council (Ariyadi Wijaya,
2012: 7), terdapat empat tujuan pendidikan matematika ditinjau dalam
lingkungan sosial, meliputi:
a.
Tujuan praktis
Tujuan
praktis dari matematika ialah berkaitan pengembangan kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan matematika untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Tujuan kemasyarakatan
Tujuan
pendidikan matematika ini yaitu mengupayakan pengembangan kemampuan siswa untuk
berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam hidup bermasyarakat. Sudah saatnya
pendidikan matematika tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif siswa namun
pendidikan matematika juga harus dapat mengembangkan kemampunan sosial siswa.
c.
Tujuan profesional
Tujuan
profesional dari pendidikan matematika berorientasi pada mempersiapkan siswa
untuk terjun di dunia kerja. Seperti kita ketahui seluruh jenis pekerjaan yang
ada sekarang baik langsung maupun tidak langsung menuntut kemampuan matematika.
d.
Tujuan budaya
Pendidikan merupakan suatu bentuk
budaya dan diharapkan
pendidikan matematika
dapat dijadikan bagian
dari suatu budaya
manusia sehingga berperan dalam
mengembangkan kebudayaan.
Sementara dalam Lampiran I
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
(2009: 10), menyebutkan tujuan
pembelajaran matematika bagi siswa di
sekolah dasar adalah sebagai
berikut.
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
c.
Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
d.
Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dengan demikian dapat diketahui
bahwa penekanan pembelajaran
matematika terletak pada penataan nalar, pemecahan masalah,
pembentukan sikap, dan keterampilan
dalam penerapan matematika.
4.
Ruang Lingkup Pelajaran Matematika di SD
Adapun ruang lingkup pelajaran matematika yaitu bilangan,
geometri, dan pengukuran, serta
pengolahan data. Abdurrahman, 1996
(Bandi Delphie, 2009: 3), menyebutkan bahwa mata pelajaran
matematika yang diajarkan di sekolah
dasar mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan
geometri. Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan memahami konsep
bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
Pengukuran
dan geometri ditekankan pada kemampuan mengidentifikasi pengelolaan data dan
bangun ruang serta menentukan keliling, luas, volume, dalam pemecahan masalah.
Pengelolaan data ditekankan pada kemampuan mengumpulkan, menyajikan dan membaca
data.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar