Kamis, 11 Juli 2019

Perkembangan Pembelajaran Matematika Menurut Jean Piaget


Pengembangan Kognitif JeanPiaget

a. Pengertian


Istilah perkembangan merujuk pada bagaimana orang tumbuh, menyesuaikan diri, dan berubah sepanjang perjalanan hidupnya melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosioemosi, perkembangan kognisi (pemikiran), dan perkembangan bahasa. Jadi, perkembangan adalah pertumbuhan, penyesuaian, dan perubahan yang teratur dan berlangsung lama sepanjang perjalanan hidup.

Teori tentang perkembangan manusia ada sangat banyak, diantaranya adalah teori perkembangan kognisi dan moral Jean Piaget, teori perkembangan kognisi Lev Vygotsky, teori perkembangan pribadi dan social Erik Erikson, dan teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg.

Piaget, Vygotsky, Erikson, dan Kohlberg terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda. Namun demikian, semua adalah pakar teori tahap karena mereka sama-sama mempunyai keyakinan bahwa tahap-tahap perkembangan yang jelas dapat diidentifikasi dan dijelaskan. Namun, kesepakatan ini tidak berlanjut hingga ke penjelasan rinci teori mereka yang sangat berbeda jumlah tahap dan penjelasannya. Dan juga masing-masing pakar teori tersebut terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda (misalnya kognisi, sosioemosi, kepribadian, moral).
Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognitive (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu domain atau wilayah / ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Jadi perkembangan kognisi adalah perubahan bertahap dan teratur yang menyebabkan proses mental menjadi semakin rumit dan canggih.


Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan dengan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua, dan teman. Bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek-objek dan peristiwa tersebut.

Jean Piaget (baca: zong piazee) adalah seorang pakar psikologi perkembangan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikologi. Lahir di Swiss tahun 1896-1980. Setelah memperoleh gelar doktornya dalam biologi, dia menjadi lebih tertarik pada psikologi, dengan mendasarkan teori-teorinya yang paling awal pada pengamatan yang seksama terhadap ketiga anaknya sendiri. Piaget menganggap dirinya menerapkan prinsip dan metode biologi pada studi perkembangan manusia, dan banyak istilah yang dia perkenalkan pada psikologi diambil langsung dari biologi.

Piaget mempelajari mengapa dan bagaimana kemampuan mental berubah lama-kelamaan. Bagi Piaget, perkembangan bergantung sebagian besar pada manipulasi anak terhadap interaksi aktifnya dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan berasal dari tindakan. Teori perkembanga kognisi Piaget menyatakan bahwa kecerdasan atau kemampuan kognisi anak mengalami kemajuan melalui empat tahap yang jelas. Masing-masing tahap dicirikan oleh munculnya kemampuan dan cara mengolah informasi baru. Banyak di antara pokok teori Piaget ditantang oleh sejumlah riset di kemudian hari. Khususnya, banyak perubahan fungsi kognisi yang dia jelaskan kini diketahui berlangsung lebih dini, dalam lingkungan tertentu. Namun demikian, karya Piaget menjadi dasar penting untuk memahami perkembangan anak.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget berarti kemampuan untuk lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata yaitu pola mental yang menuntun perilaku, skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Skema Piaget percaya bahwa semua anak dilahirkan dengan kecendrungan bawaaan untuk berinteraksi dengan lingkungan untuk memahaminya.

Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses mental. Piaget mengambil perspektif organismik yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut Piaget, bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang bersifat biologis itu, Piaget mengamati bayi-bayi mewarisi reflek-reflek seperti reflek menghisap. Reflek ini sangat penting dalam bulan-bulan pertama kehidupan mereka, namun semakin berkurang signifikansinya pada perkembangan selanjutnya.

Pertumbuhan atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan, yaitu: organisasi, adaptif, dan ekuilibrasi.


1.      Organisasi

Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam sistem-sistem. Dengan kata lain, organisasi adalah sistem pengetahuan atau cara berfikir yang disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh: anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan menggenggam objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini (menatap dan menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihat.

Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin kompleks. Contoh: gerakan reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang menimbulkan gerakan menarik.



2.      Adaptif/adaptasi

Merupakan cara anak untuk meyesuaikan skema sebagai tanggapan atas lingkungan. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu asimilasi dan akomodasi.

a.       Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada memahami pengalaman baru berdasarkan skema yang sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan informasi baru yang dia terima kedalam pengetahuan mereka yang telah ada. Contoh asimilasi kognitif: ketika anda memberi kepada bayi sebuah objek kecil yang tidak pernah dia lihat sebelumnya tetapi menyerupai objek yang sudah tidak asing lagi, dia mungkin akan memegangnya, menggigitnya, dan membantingnya. Dengan kata lain dia menggunakan skema yang ada untuk memelajari benda yang belum dikenal ini. 

b.      Akomodasi

Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk merujuk pada mengubah skema yang telah ada agar sesuai dengan situasi baru. Jadi, dikatakan akomodasi jika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi ini, struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya. Contoh : jika anda memberikan telur pada bayi yang mempunyai skema dengan membanting objek kecil, apa yang akan terjadi dengan telur tersebut sudah nampak jelas, yaitu akan pecah. Karena konsekuensi yang tidak terduga dari membanting telur tersebut, bayi itu mungkin akan mengubah skema tadi. Pada masa mendatang, bayi itu mungkin akan membanting objek dengan keras dan objek lain dengan lembut.



3.      Ekuilibrasi

Yaitu proses memulihkan keseimbangan antarapemahaman sekarang dan pengalaman baru. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Ketika ekuilibrium terganggu, anak mempunyai kesempatan untuk tumbu dan berkembang. Pada akhirnya muncul cara yang baru secara kualitatif untuk berpikir tentang dunia ini, dan anak melangkah ke tahap perkembangan baru. Piaget percaya bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan sangat berperan penting agar terjadi perubahan perkembangan. Namun, dia juga percaya bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya perdebatan dan diskusi, membantu memperjelas pemikiran dan pada akhirnya menjadikannya lebih logis. Contoh: bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara ibu ataupun botol, kemudian diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan minum dari gelas). Ketika bayi menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan gerakan mulut dan lidah yang berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu dari ibunya, maka si bayi akan mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema lama. Dengan melakukan hal itu, maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap skema menghisap yang ia miliki dalam situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk menghasilkan ekuilibrium dan pertumbuhan.

Teori perkembangan Piaget ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif sebagai proses yang di mana anak secara aktif membangun sistem pengertian dan pemahaman tentang realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize.

Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu: sensorimotor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal. Dia percaya bahwa semua anak melewati tahap-tahap tersebut dalam urutan seperti ini dan bahwa tidak seorang anak pun dapat melompati satu tahap, walaupun anak-anak yang berbeda melewati tahap-tahap tersebut dengan kecepatan yang agak berbeda. Berikut adalah tabel ringkasan tahap-tahap perkembangan kognisi menurut Piaget : 

1.   Tahap Sensorimotor.

Tahap ini merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.


Piaget membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:


·      Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan) Refleks yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala ke arah kanan.


·
Periode
2:
Reaksi
Sirkuler
Primer
(Usia
1-4
bulan)

Reaksi ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan

berusaha

mengulanginya.
Contoh:
menghisap
jempol.

Pada  contoh  menghisap  jempol,  bayi  mulai  mengkoordinasikan  1).

Gerakan motorik dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan

untuk melihat jempol.








·
Periode
3:
Reaksi
Sirkuler

sekunder
(Usia    4-10    bulan)

Reaksi  sirkuler  primer  terjadi  karena  melibatkan  koordinasi  bagian-

bagian tubuh bayi sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi

ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik

diluar dirinya.










·      Periode 4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12 bulan) Pada periode ini bayi belajar untuk mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk mendapatkan hasil. Contoh: suatu hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak mainan, namun Piaget menaruh tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent mengabaikan tangan ayahnya. Dia berusaha menerobos atau berputar mengelilinginya tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh tangannya untuk menghalangi anaknya, Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu sambil melambaikan tangan, mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba, Laurent berhasil menggerakkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari jalan sebelum memeluk kotak mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil mengkoordinasikan dua skema terpisah yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2). Memeluk kotak mainan.


·   Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan) Pada periode 4, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada periode 5 ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk mengamati hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan meja yang baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa kali. Kadang keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang dihasilkan oleh tindakannya. 


·  Periode          6:          Permulaan           Berfikir          (Usia          18-24          bulan)

Pada periode 5 semua temuan-temuan bayi terjadi lewat tindakan fisik, pada periode 6 bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi secara lebih internal sebelum pada akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini anak mulai bisa berfikir.dalam mencapai lingkungan, pada periode ini anak sudah mulai dapat menentukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan internal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambaran atau pemikirannya.



2.   Tahap Pemikiran Pra-Operasional.

Tahap ini berada pada rentang usia antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Menurut Piaget, walaupun anak-anak pra sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun mereka masih belum mampu untuk melaksanakan Operation” (operasi) , yaitu tindakan mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik. Perbedaan tahap ini dengan tahap sebelumnya adalah kemampuan anak mempergunakan simbol”. Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:

a.       Imitasi tidak langsung.
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah

tidak  dibatasi  waktu  sekarang  dan  tidak  pula  dibatasi  oleh  tindakan- tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi. 


b.      Permainan Simbolis.
Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.


c.       Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi

“kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang nyata”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.


d.      Gambaran Mental
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.


e.       Bahasa Ucapan
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lain.


3.   Tahap Operasi berfikir Kongkret.

Tahap ini berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi logis. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:


a.       Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.


b.      Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).


c.       Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.


d.      Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.


e.       Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.


f.       Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.


4.   Tahap Operasi berfikir Formal.

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai.

Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh: ketika suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungka sebab akibat dari satu rangkaian saja. Sebaliknya pada remaja yang berada pada tahap berfikir formal, ia akan memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya mati, atau karena platinanya, dll. Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai ekuilibrum yang tinggi, sehingga ia dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsure dan kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi. 


b.   Pelaksanaan Pengembangan Kognitif Jean Piaget

Teori Piaget telah membawa dampak besar pada teori dan praktik pendidikan. Pertama, teori tersebut memusatkan perhatian pada gagasan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan (developmentally appropriate education) pendidikan dengan lingkungan, kurikulum, bahan ajar, dan pengajaran yang sesuai bagi siswa dari sudut kemampuan fisik dan kognisi mereka dan kebutuhan social dan emosi mereka.21 Teori Piaget telah berpengaruh ke model konstruktivis pembelajaran, yang akan diuraikan meringkaskan implikasi pengajaran utama yang diambil dari Piaget sebagai berikut:

1.      Fokus pada proses pemikiran siswa, bukan hanya hasilnya. Selain memeriksa kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan siswa untuk sampai pada jawaban tersebut. Pengalaman belajar yang tepat membentuk tingkat keberfungsian kognisi siswa saat ini, dan hanya jika guru menghargai metode siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu maka guru berada dalam posisi menyediakan pengalaman seperti itu.

2.      Pengakuan atas peran penting kegiatan pembelajaran berdasar keterlibatan aktif yang diprakarsai sendiri oleh siswa. Dalam suatu ruang kelas Piaget, penyajian pengetahuan yang sudah jadi tidak lagi ditekankan, dan siswa didorong untuk menemukan sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Karena itu, bukannya mengajar secara didaktik, guru harus menyediakan berbagai  jenis kegiatan  yang memungkinkan siswa

bertindak langsung dalam dunia fisik.

3.      Tidak menekankan praktik yang ditujukan untuk menjadikan siswa berpikir seperti orang dewasa. Piaget merujuk ke pertanyaan “Bagaimana cara kita mempercepat perkembangan?” sebagai “pertanyaan Amerika”.

Di antara banyak Negara yang dia kunjungi, psikolog dan pendidik di Amerika Serikat tampak paling tertarik dengan teknik apa saja yang dapat digunakan untuk mempercepat langkah siswa melewati tahap-tahap tersebut. Program pendidikan yang berbasis Piaget menerima keyakinannya yang kuat bahwa pengajaran prematur dapat lebih buruk daripada tanpa pengajaran sama sekali karena hal itu melahirkan penerimaan rumus orang dewasa secara dangkal bukannya pemahaman kognisi yang benar.


4.      Penerimaan atas perbedaan kemajuan perkembangan masing-masing orang. Teori Piaget beranggapan bahwa semua siswa mengalami urutan perkembangan yang sama tetapi hal itu terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Karena itu, guru harus menempuh upaya khusus untuk merencanakan kegiatan di ruang kelas bagi masing-masing siswa dan kelompok kecil anak-anak bukannya bagi seluruh kelompok kelas. Selain itu, karena perbedaan masing-masing siswa sudah diperkirakan, penilaian kemajuan pendidikan siswa hendaknya dilakukan berdasarkan perjalanan perkembangan terdahulu masing-masing siswa itu sendiri, bukan berdasarkan kinerja teman-teman dengan usia yang sama.


c.    Tujuan dan Fungsi


Tujuan dari upaya Piaget adalah menemukan karakteristik dari logika alamiah, yang terdiri dari proses penalaran yang dibangun oleh individu pada berbagai fase dalam perkembangan kognitif. Pertama, dia tidak mendukung pendapat tentang pengetahuan sebagai informasi statis yang berada di dalam objek dan peristiwa yang terpisah dari individu. Dalam karya Piaget, pengetahuan adalah proses mengetahui melalui interaksi dengan lingkungan, dan kecerdasan adalah sistem terorganisasir yang membentuk struktur yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Karena itu, kecerdasan adalah proses yang terus berjalan dan berubah, dan aktivitas pemelajar menciptakan proses mengetahui. Pertanyaan utama bagi psikologi karenanya adalah bagaimana pemelajar maju dari satu tahap konstruksi pengetahuan ke tahap selanjutnya.

Transformasi dari salah satu bentuk penalaran ke bentuk yang lain tergantung kepada empat faktor esensial. Mereka adalah lingkungan, kematangan. Pengaruh sosial, dan proses yang disebut sebagai ekuilibrasi. Peran ekuilibrasi adalah untuk mempertahankan fungsi kecerdasan ketika hal tersebut melakukan transformasi besar.

Teori perkembangan kognitif Jean Piaget mendefinisikan kecerdasan, pengetahuan, dan relasi pemelajar dengan lingkungan. Kecerdasan, seperti sistem biologikal, adalah proses berkelanjutan yang menciptakan struktur yang diperlukan untuk melangsungkan interaksi dengan lingkungan.

Karakteristik esensial dari pemikiran logikal adalah konstruksi struktur psikologikal dengan karaktersitik partikular. Secara spesifik, pemelajar secara jelas mengenali perubahan dan ketidak berubahan situasi, memahami operasi kebalikan untuk setiap transformasi, dan mengidentifikasi solusi masalah sebagai keniscayaan logikal.

Perkembangan cara berpikir individual yang berbeda sejak bayi sampai dewasa mencakup skema tindakan bayi, praoperasi, operasional konkret, dan operasional formal. Proses kontruksi masing-masing struktur yang lebih kompleks adalah asimilasi dan akomodasi yang diatur oleh penyeimbang.

Peran pendidikan menurut Piaget adalah mendukung riset spontan oleh anak. Eksperimen dengan objek ril dan interaksi dengan teman, yang didukung oleh pertanyaan dari guru, memungkinkan anak untuk mengonstruksikan pengetahuan fisika dan logika matematika. Persyaratan utama kurikulum adalah kesempatan yang luas bagi anak untuk berinteraksi dengan dunia fisik melalui berbagai cara, memperbaiki kesalahan mereka dan mengembangkan jawaban melalui interaksi dengan teman.

Masalah utama dalam implementasi ide Piaget berasal dari perspektif yang berbeda mengenai kecerdasan, pengetahuan, dan belajar. Usaha yang kuat untuk mengubah perspektif seseorang mengenai kecerdasan dan pengetahuan sebagai produk ke perspektif yang memandang konsep ini sebagai proses. Pengembangan kurikulum, menurut Piaget membutuhkan usaha dan kerja keras seperti diperlihatkan sendiri oleh Piaget. Implementasi kurikulum Piaget juga diperumit oleh fakta bahwa teorinya mengesampingkan relasi antara pemikaran logis dan kurikulum dasar, seperti membaca dan menulis.


2.       Diskalkulia


a.  Pengertian Diskalkulia


Dalam proses belajar, ada beberapa siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar dan salah satu kesulitan belajar yang dialami siswa adalah diskalkulia (math difficulty). Diskalkulia adalah kesulitan belajar yang menyebabkan anak menjadi tidak bisa berhitung. Mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. Diskalkulia terjadi ketika anak tidak mampu memahami konsep-konsep hitung atau mengenali symbol-simbol aritmatika (tambah, kurang, bagi, kali, akar).

Anak diskalkulia bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidak mampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya.

Dengan memperhatikan tingkat perkembangan siswa yang kecepatan perkembangannya serba tak sama (heterogen) dan keanekaragaman potensi atau kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami sebuah pelajaran sering menimbulkan masalah, antara lain kadang ada siswa yang sangat cepat memahami materi dan ada yang merasa kesulitan dalam memahami materi, maka dari itu guru yang mengajar juga harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.

Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, mereka tidak bisa fokus dengan apa yang sudah dijelaskan oleh guru, selain itu anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.

Diskalkulia merupakan salah satu gangguan belajar yang dialami siswa, dimana guru BK ikut berperan di dalamnya dan bekerja sama dengan guru mata pelajaran, terutama mata pelajaran matematika maupun guru wali kelasnya dengan melihat hasil belajar siswa yang rendah terhadap pelajaran matematika yang disebabkan lemahnya penguasaan konsep matematika yakni siswa tersebut tidak bisa menangkap penjelasan guru dan lemah dalam pelajaran yang bersifat matematis.


b.   Karakteristik Siswa Diskalkulia


Kesulitan belajar matematika atau disebut juga diskalkulia. Diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat. Kesulitan belajar matematika yang berat disebut akalkulia.26 Gangguan matematika adalah suatu ketidak mampuan dalam melakukan keterampilan matematika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang. Keterampilan aritmatika di ukur dengan tes yang dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya kemampuan matematika yang di harapkan akan mengganggu kinerja sekolah atau aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan yang ada adalah melebihi dari gangguan yang menyertai defisit neurologis atau sensorik yang ada.


Gangguan matematika dikelompokkan menjadi empat keterampilan, yaitu:

a.   Ketrampilan   linguistik   (yang   berhubungan   dengan   mengerti    istilah

matematika dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika)

b.      Ketrampilan perceptual (kemampuan mengenali dan mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka)
c.       Ketrampilan matematika (penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dasar dan urutan operasi dasar)

d.      Ketrampilan atensional (menyalin angka dengan benar dan mengamati simbol operasional dengan benar).


Menurut Lerner dalam bukunya Mulyadi, ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu adanya gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual, asosiasi visual-motor, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol, gangguan penghayatan tubuh dan kesulitan dalam bahasa dan membaca.

a.   Gangguan Hubungan Keruangan


Konsep hubungan keruangan seperti depan-belakang, puncak-dasar, atas-bawah, tinggi-rendah, awal-akhir dan jauh-dekat umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD. Anak-anak telah memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial mereka atau melalui berbagai permainan.

Sebagaimana yang telah dikutip Mulyadi tentang pendapat Lerner “Tetapi sayangnya, anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjadinya komunikasi antar mereka. Adanya kondisi ekstrinsik beberapa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi dan kondisi intrinsik yang diduga karena disfungsi otak dapat menyebabkan anak mengalami gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4, konsep dasar tersebut adalah: (1) konsep keruangan, (2) konsep waktu, (3) konsep kuantitas, (4) konsep serbaneka, (miscellaneous).


b.   Abnormalitas Persepsi Visual


Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Kesulitan semacam itu merupakan salah satu gejala adanya abnormalitas persepsi visual. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi visual akan mengalami kesulitan bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Anak semacam itu mungkin akan menghitung satu-persatu anggota tiap kelompok lebih dahulu sebelum menjumlahkannya.

Anak yang memiki abnormalitas persepsi visual juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri. Suatu bentuk bujur sangkar mungkin dilihat anak sebagai empat garis yang tidak saling terkait, mungkin sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak sebagai lingkaran. Adanya abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol.


c.   Asosiasi Visual-Motor


Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangnya “Satu, dua, tiga, empat, lima, enam” anak mungkin baru memegang benda yang keempat tetapi telah mengucapkan “ enam “ atau sebaliknya. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya. 

d.  Perseverasi


Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Anak demikian mungkin pada mulanya dapat mengarjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek tertentu


e.   Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol


Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti =, -, +, <, >, dan sebagainya. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual.


f.   Gangguan Penghayatan Tubuh


Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak demikian merasa sulit untuk memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar utuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah. Misalnya, tangan diletakkan dikepala, leher tidak Nampak dan sebagainya.  


g.   Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca


Sebagaimana dikatakan Johnson dalam bukunya Mulyadi, matematika sendiri pada hakikatnya adalah simbolis. Oleh karena itu kesulitan dalam berbahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak dibidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.30



c.       Kekeliruan Umum yang Dilakukan oleh Anak Berkesulitan Belajar Matematika


Sebagaimana yang telah dikutip Mulyadi mengenai pendapat Lerner, agar

membantu anak berkesulitan belajar matematika, guru perlu mengenal berbagai

kesalahan  umum  yang  dilakukan  oleh  anak  dalam  menyelesaikan  tugas-tugas

dalam  bidang  studi  matematika.  Beberapa  kekeliruan  umum  tersebut  adalah

kekurangan pemahaman tentang simbol, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan yang tidak terbaca.

a.       Kekurangan Pemahaman Tentang Simbol

Anak-anak umumnya tidak terlalu banyak mengalami kesulitan jika kepada mereka disajikan soal-soal seperti 2 + 2 =... , atau 5 – 2 =... tetapi akan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada soal-soal seperti 3 + …=

6.     Kesulitan semacam ini umumnya karena anak tidak memahami simbol-simbol seperti sama dengan (=), tambah (+), kurang (-) dan sebagainya. Agar anak dapat menyelesaikan soal-soal matematika, mereka harus lebih dahulu memahami simbol-simbol tersebut.

b.      Penggunaan Proses yang keliru

Kekeliruan dalam penggunaan proses penghitungan dapat dilihat pada contoh ini:

1)        Semua digit ditambahkan bersama (alogaritma yang keliru dan tidak memperhatikan nilai tempat).

56


47


32
+


26
+
16

19



Anak menghitung :  5
+6+3+2=16



4
+7+2+6=19
c.       Perhitungan

Ada anak yang belum mengenal dengan baik konsep perkalian tetapi mencoba menghafal perkalian tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan jika hafalannya salah.Daftar perkalian mungkin dapat membantu memperbaiki kekeliruan anak jika anak telah memahami konsep perkalian.

d.      Tulisan yang tidak dapat dibaca

Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya sendiri karena bentuk-bentuk hurufnya tidak tepat atau tidak lurus mengikuti garis. Akibatnya, anak banyak mengalami kekeliruan karena tidak mampu lagi membaca tulisannya sendiri.32



d.      Tinjauan Pengembangan Kognitif Jean Piaget Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Anak Diskalkulia (Studi Kasus Pada Siswa X di MI Pangeran Diponegoro Surabaya

Di dalam bimbingan konseling tentunya guru pembimbing harus memperhatikan prestasi belajar siswa, baik siswa yang memiliki prestasi belajar rendah ataupun siswa berpestasi. Prestasi belajar rendah disebabkan oleh berbagai macam faktor, khususnya pada siswa diskalkulia yang memiliki kesulitan dalam mata pelajaran matematika sehingga nilai matematikanya sangat rendah.

Pengembangan kognitif Jean Piaget merupakan salah satu metode dalam mengembangkan kecakapan kognitif siswa. Perkembangan kognitif siswa mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses belajar mengajar, khususnya dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Karena pertama seharusnya para guru dan orang tua juga para calon guru mengetahui bahwa intelegensi (kecerdasan) itu melibatkan interaksi aktif antara siswa dengan dunia sekitarnya. Kedua tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak yang telah dikemukakan Piaget merupakan jalan umum yang ditempuh oleh perkembangan intelegensi anak tersebut. Oleh karenanya deskripsi mengenai setiap tahapan-tahapan perkembangan kognitif tersebut hanya menjadi petunjuk mengenai kemampuan-kemampuan umum yang lazimnya dimiliki bayi, anak, dan remaja dalam periode perkembangannya.

Namun demikian, sekedar untuk tujuan-tujuan praktis memang kecakapan-kecakapan kognitif yang dimiliki seorang siswa sekurang-kurangnya dapat menjadi patokan umum yang mengisyaratkan bahwa siswa tersebut sedang berada pada tahap perkembangan tertentu.

Banyak siswa yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Meskipun demikian siswa harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Seperti halnya bahasa, membaca, dan menulis, kesulitan belajar matematika harus diatasi sedini mungkin. Kalau tidak anak akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua bidang studi membutuhkan matematika.

Metode dan pendekatan yang digunakan oleh guru merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Terkait dengan prestasi belajar yang rendah khususnya pada siswa diskalkulia, dalam proses pegajaran perbaikan, kadang-kadang guru terlalu disibukkan oleh berbagai kegiatan di kelas, dan cara mengajar yang monoton apalagi kalau belum menguasai bahan pelajaran. Karena itu, guru kelas atau guru bidang studi adalah yang paling tepat memberikan program perbaikan.

Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain terkadang guru terlalu sibuk untuk menangani seluruh siswa yang memerlukan program perbaikan, maka tugas itu dapat dibantu oleh siswa. Pekerjaan ini dinamakan tutoring, dimana manfaatnya adalah adakalanya hasilnya lebih baik bagi beberapa anak yang mempunyai perasaan takut atau enggan bertanya kepada guru dan bagi para tutor merupakan motivasi belajar tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar