Pengembangan Kognitif JeanPiaget
a. Pengertian
Istilah perkembangan merujuk pada
bagaimana orang tumbuh, menyesuaikan diri, dan berubah sepanjang perjalanan
hidupnya melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan
sosioemosi, perkembangan kognisi (pemikiran), dan perkembangan bahasa. Jadi, perkembangan adalah
pertumbuhan, penyesuaian, dan perubahan yang teratur dan berlangsung lama
sepanjang perjalanan hidup.
Teori tentang perkembangan manusia
ada sangat banyak, diantaranya adalah teori perkembangan kognisi dan moral Jean
Piaget, teori perkembangan kognisi Lev Vygotsky, teori perkembangan pribadi dan
social Erik Erikson, dan teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg.
Piaget, Vygotsky, Erikson, dan
Kohlberg terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda. Namun demikian, semua
adalah pakar teori tahap karena mereka sama-sama mempunyai keyakinan bahwa
tahap-tahap perkembangan yang jelas dapat diidentifikasi dan dijelaskan. Namun,
kesepakatan ini tidak berlanjut hingga ke penjelasan rinci teori mereka yang
sangat berbeda jumlah tahap dan penjelasannya. Dan juga masing-masing pakar
teori tersebut terpusat pada aspek perkembangan yang berbeda (misalnya kognisi,
sosioemosi, kepribadian, moral).
Istilah cognitive berasal dari kata cognition
yang padanannya knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas cognitive
(kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi popular sebagai salah satu
domain atau wilayah / ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku
mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaaan yang berpusat di
otak ini juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan ranah rasa. Jadi perkembangan kognisi adalah perubahan bertahap dan teratur yang
menyebabkan proses mental menjadi semakin rumit dan canggih.
Teori perkembangan kognitif
Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dan
menginterpretasikan dengan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana
anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot,
dan makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua, dan teman.
Bagaimana cara anak mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab
terjadinya perubahan dalam objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk
membentuk perkiraan tentang objek-objek dan peristiwa tersebut.
Jean Piaget (baca: zong piazee)
adalah seorang pakar psikologi perkembangan yang paling berpengaruh dalam sejarah psikologi. Lahir di
Swiss tahun 1896-1980. Setelah memperoleh gelar doktornya dalam biologi, dia menjadi lebih tertarik pada psikologi, dengan mendasarkan
teori-teorinya yang paling awal pada pengamatan yang seksama terhadap ketiga
anaknya sendiri. Piaget menganggap dirinya menerapkan prinsip dan metode
biologi pada studi perkembangan manusia, dan banyak istilah yang dia
perkenalkan pada psikologi diambil langsung dari biologi.
Piaget mempelajari mengapa dan
bagaimana kemampuan mental berubah lama-kelamaan. Bagi Piaget, perkembangan
bergantung sebagian besar pada manipulasi anak terhadap interaksi aktifnya
dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan berasal dari tindakan.
Teori perkembanga kognisi Piaget
menyatakan bahwa kecerdasan atau kemampuan kognisi anak mengalami kemajuan
melalui empat tahap yang jelas. Masing-masing tahap dicirikan oleh munculnya
kemampuan dan cara mengolah informasi baru. Banyak di antara pokok teori Piaget
ditantang oleh sejumlah riset di kemudian hari. Khususnya, banyak perubahan
fungsi kognisi yang dia jelaskan kini diketahui berlangsung lebih dini, dalam
lingkungan tertentu. Namun demikian, karya Piaget menjadi dasar penting untuk
memahami perkembangan anak.
Teorinya memberikan
banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi
Piaget berarti kemampuan untuk lebih tepat merepresentasikan dunia dan
melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata yaitu pola mental yang menuntun perilaku, skema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan
saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Skema Piaget percaya bahwa semua anak dilahirkan dengan kecendrungan
bawaaan untuk berinteraksi dengan lingkungan untuk memahaminya.
Teori Piaget merupakan akar
revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses mental. Piaget mengambil
perspektif organismik yang memandang perkembangan kognitif sebagai produk usaha
anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut Piaget, bahwa
perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan
lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang bersifat biologis itu, Piaget
mengamati bayi-bayi mewarisi reflek-reflek seperti reflek menghisap. Reflek ini
sangat penting dalam bulan-bulan pertama kehidupan mereka, namun semakin
berkurang signifikansinya pada perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan atau perkembangan
kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan, yaitu:
organisasi, adaptif, dan ekuilibrasi.
1. Organisasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk
mengintegrasikan pengetahuan kedalam sistem-sistem. Dengan kata lain,
organisasi adalah sistem pengetahuan atau cara berfikir yang disertai dengan
pencitraan realitas yang semakin akurat. Contoh: anak laki-laki yang baru
berumur 4 bulan
mampu untuk menatap dan menggenggam objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan
dua kegiatan ini (menatap dan menggenggam)
dengan menggenggam objek-objek yang dilihat.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki
kecenderungan untuk membuat struktur kognitif menjadi semakin kompleks. Contoh:
gerakan reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir yang
menimbulkan gerakan menarik.
2. Adaptif/adaptasi
Merupakan cara anak untuk meyesuaikan skema sebagai
tanggapan atas lingkungan. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu
asimilasi dan akomodasi.
a. Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk
merujuk pada memahami pengalaman baru berdasarkan skema yang sudah ada. Seorang
individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui asimilasi, jika individu
tersebut menggabungkan informasi baru yang dia terima kedalam pengetahuan
mereka yang telah ada. Contoh asimilasi kognitif: ketika anda memberi kepada
bayi sebuah objek kecil yang tidak pernah dia lihat sebelumnya tetapi menyerupai
objek yang sudah tidak asing lagi, dia mungkin akan memegangnya, menggigitnya,
dan membantingnya. Dengan kata lain dia menggunakan skema yang ada untuk
memelajari benda yang belum dikenal ini.
b. Akomodasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget untuk
merujuk pada mengubah skema yang telah ada agar sesuai dengan situasi baru. Jadi, dikatakan akomodasi jika
individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi ini,
struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan
sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya. Contoh : jika anda
memberikan telur pada bayi yang mempunyai skema dengan membanting objek kecil,
apa yang akan terjadi dengan telur tersebut sudah nampak jelas, yaitu akan
pecah. Karena konsekuensi yang tidak terduga dari membanting telur tersebut,
bayi itu mungkin akan mengubah skema tadi. Pada masa mendatang, bayi itu
mungkin akan membanting objek dengan keras dan objek lain dengan lembut.
3. Ekuilibrasi
Yaitu proses memulihkan keseimbangan
antarapemahaman sekarang dan pengalaman baru. Ekuilibrasi diartikan sebagai
kemampuan yang mengatur dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan
keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Ketika ekuilibrium
terganggu, anak mempunyai kesempatan untuk tumbu dan berkembang. Pada akhirnya
muncul cara yang baru secara kualitatif untuk berpikir tentang dunia ini, dan
anak melangkah ke tahap perkembangan baru. Piaget percaya bahwa pengalaman
fisik dan manipulasi lingkungan sangat berperan penting agar terjadi perubahan perkembangan. Namun, dia juga
percaya bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya perdebatan dan
diskusi, membantu memperjelas pemikiran dan pada akhirnya menjadikannya lebih
logis. Contoh: bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara ibu ataupun
botol, kemudian diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan minum dari
gelas). Ketika bayi menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan gerakan
mulut dan lidah yang berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu dari
ibunya, maka si bayi akan mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema lama.
Dengan melakukan hal itu, maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap skema
menghisap yang ia miliki dalam situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian
asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk menghasilkan ekuilibrium dan
pertumbuhan.
Teori perkembangan Piaget ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan
dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan
kognitif sebagai proses yang di mana anak secara aktif membangun sistem
pengertian dan pemahaman tentang realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka. Untuk pengembangan teori ini,
Piaget memperoleh Erasmus Prize.
Piaget membagi skema yang
digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi
dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yaitu: sensorimotor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal. Dia percaya bahwa semua anak melewati
tahap-tahap tersebut dalam urutan seperti ini dan bahwa tidak seorang
anak pun dapat melompati satu tahap, walaupun anak-anak yang berbeda melewati
tahap-tahap tersebut dengan kecepatan yang agak berbeda. Berikut adalah tabel ringkasan tahap-tahap perkembangan kognisi menurut
Piaget :
1. Tahap
Sensorimotor.
Tahap ini
merupakan tahap pertama. Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman
sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan-tindakan fisik. Dengan
berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan gerak
motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan siap
untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget
membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:
·
Periode 1: Penggunaan
Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan) Refleks yang paling jelas pada periode ini adalah
refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan
refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih tepat dan
terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala
ke arah kanan.
·
|
Periode
|
2:
|
Reaksi
|
Sirkuler
|
Primer
|
(Usia
|
1-4
|
bulan)
|
|
|
Reaksi
ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan
|
||||||||
|
berusaha
|
|
mengulanginya.
|
Contoh:
|
menghisap
|
jempol.
|
|||
|
Pada contoh
menghisap jempol, bayi
mulai mengkoordinasikan 1).
|
||||||||
|
Gerakan
motorik dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan
|
||||||||
|
untuk
melihat jempol.
|
|
|
|
|
|
|
||
·
|
Periode
|
3:
|
Reaksi
|
Sirkuler
|
|
sekunder
|
(Usia
4-10 bulan)
|
||
|
Reaksi sirkuler
primer terjadi karena
melibatkan koordinasi bagian-
|
||||||||
|
bagian
tubuh bayi sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi
|
||||||||
|
ketika
bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik
|
||||||||
|
diluar dirinya.
|
|
|
|
|
|
|
|
·
Periode 4: Koordinasi skema-skema
skunder (Usia 10-12 bulan) Pada periode ini bayi belajar untuk
mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk mendapatkan hasil. Contoh: suatu
hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak mainan, namun Piaget menaruh
tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent mengabaikan tangan ayahnya. Dia
berusaha menerobos atau berputar mengelilinginya tanpa menggeser tangan
ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh tangannya untuk menghalangi anaknya,
Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu sambil melambaikan tangan,
mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan kepalanya dari satu sisi ke sisi
lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba, Laurent berhasil menggerakkan
perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari jalan sebelum memeluk kotak
mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil mengkoordinasikan dua skema terpisah
yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2). Memeluk kotak mainan.
· Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan) Pada periode 4,
bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal. Pada periode 5
ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda untuk mengamati
hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik dengan meja yang
baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya beberapa kali. Kadang
keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan bunyi yang dihasilkan oleh
tindakannya.
· Periode 6: Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
Pada periode 5 semua temuan-temuan bayi terjadi
lewat tindakan fisik, pada periode 6 bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi
secara lebih internal sebelum pada akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini
anak mulai bisa berfikir.dalam mencapai lingkungan, pada periode ini anak sudah
mulai dapat menentukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis
dan internal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambaran atau
pemikirannya.
2. Tahap
Pemikiran Pra-Operasional.
Tahap ini berada pada rentang
usia antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan
kata-kata dan gambar-gambar atau simbol. Menurut Piaget, walaupun anak-anak pra
sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun mereka masih belum mampu
untuk melaksanakan “ Operation” (operasi) , yaitu tindakan
mental yang diinternalisasikan yang memungkinkan
anak-anak melakukan secara mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
Perbedaan tahap ini dengan tahap sebelumnya adalah kemampuan anak
mempergunakan simbol”. Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala
berikut:
a.
Imitasi tidak langsung.
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang
dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi
pemikiran anak sudah
tidak dibatasi
waktu sekarang dan
tidak pula dibatasi
oleh tindakan- tindakan indrawi sekarang. Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri
atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.
b. Permainan
Simbolis.
Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu
anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami. Contoh: anak perempuan yang
bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.
c. Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan
simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada
segi
“kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar.
Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai
meniru sesuatu yang nyata”. Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil
atau alat tulis lainnya.
d. Gambaran
Mental
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek
atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan
statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan
kembali gerakan atau transformasi yang ia amati. Contoh yang digunakan Piaget
adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e. Bahasa
Ucapan
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai
representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi
dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lain.
3. Tahap
Operasi berfikir Kongkret.
Tahap ini berada pada rentang
usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang
didasarkan pada aturan-aturan yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi
logis. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a. Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut
ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,
mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya
ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan
lagi menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas
kecil yang tinggi.
d. Reversibility
Anak
mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4,
jumlah sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran
dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas
lain.
f. Penghilangan
sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan
ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru
Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa
Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh
Baim.
4. Tahap
Operasi berfikir Formal.
Tahap operasional formal adalah
periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai
dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara
logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini,
seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai.
Dilihat dari faktor biologis,
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar
lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa
orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia
tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap
menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada tahap ini, remaja telah
memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu bisa memikirkan semua
kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh: ketika suatu saat mobil
yang ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah seorang anak yang masih
dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa bensinnya
habis. Ia hanya menghubungka sebab akibat dari satu rangkaian saja. Sebaliknya
pada remaja yang berada pada tahap berfikir formal, ia akan memikirkan beberapa
kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya mati,
atau karena platinanya, dll. Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai
ekuilibrum yang tinggi, sehingga ia dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta
mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel
karena dapat melihat semua unsure dan kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat
berfikir efektif karena dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan
yang dihadapi.
b. Pelaksanaan Pengembangan Kognitif Jean Piaget
Teori Piaget telah membawa dampak
besar pada teori dan praktik pendidikan. Pertama, teori tersebut memusatkan
perhatian pada gagasan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan (developmentally appropriate education) pendidikan dengan lingkungan, kurikulum,
bahan ajar, dan pengajaran yang
sesuai bagi siswa dari sudut kemampuan fisik dan kognisi mereka dan kebutuhan
social dan emosi mereka.21 Teori Piaget telah berpengaruh ke model konstruktivis pembelajaran,
yang akan diuraikan meringkaskan implikasi pengajaran utama yang diambil dari
Piaget sebagai berikut:
1.
Fokus pada proses pemikiran
siswa, bukan hanya hasilnya. Selain memeriksa
kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan siswa untuk
sampai pada jawaban tersebut. Pengalaman belajar yang tepat membentuk tingkat
keberfungsian kognisi siswa saat ini, dan hanya jika guru menghargai metode
siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu maka guru berada dalam posisi
menyediakan pengalaman seperti itu.
2.
Pengakuan atas peran penting
kegiatan pembelajaran berdasar keterlibatan aktif yang diprakarsai sendiri oleh
siswa. Dalam suatu ruang kelas
Piaget, penyajian pengetahuan yang sudah jadi tidak lagi ditekankan, dan siswa
didorong untuk menemukan sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
Karena itu, bukannya mengajar secara didaktik, guru harus
menyediakan berbagai jenis kegiatan yang memungkinkan siswa
bertindak
langsung dalam dunia fisik.
3.
Tidak menekankan praktik yang
ditujukan untuk menjadikan siswa berpikir seperti orang dewasa. Piaget merujuk ke pertanyaan “Bagaimana cara kita mempercepat
perkembangan?” sebagai “pertanyaan Amerika”.
Di antara banyak Negara yang dia kunjungi, psikolog
dan pendidik di Amerika Serikat tampak paling tertarik dengan teknik apa saja
yang dapat digunakan untuk mempercepat langkah siswa melewati tahap-tahap
tersebut. Program pendidikan yang berbasis Piaget menerima keyakinannya yang
kuat bahwa pengajaran prematur dapat lebih buruk daripada tanpa pengajaran sama
sekali karena hal itu melahirkan penerimaan rumus orang dewasa secara dangkal
bukannya pemahaman kognisi yang benar.
4.
Penerimaan atas perbedaan
kemajuan perkembangan masing-masing orang. Teori Piaget beranggapan bahwa semua siswa mengalami urutan perkembangan
yang sama tetapi hal itu terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Karena itu,
guru harus menempuh upaya khusus untuk merencanakan kegiatan di ruang kelas
bagi masing-masing siswa dan kelompok kecil anak-anak bukannya bagi seluruh
kelompok kelas. Selain itu, karena perbedaan masing-masing siswa sudah
diperkirakan, penilaian kemajuan pendidikan siswa hendaknya dilakukan
berdasarkan perjalanan perkembangan terdahulu masing-masing siswa itu sendiri, bukan
berdasarkan kinerja teman-teman dengan usia yang sama.
c. Tujuan dan Fungsi
Tujuan dari upaya Piaget adalah
menemukan karakteristik dari logika alamiah, yang terdiri dari proses penalaran
yang dibangun oleh individu pada berbagai fase dalam perkembangan kognitif.
Pertama, dia tidak mendukung pendapat tentang pengetahuan sebagai informasi
statis yang berada di dalam objek dan peristiwa yang terpisah dari individu.
Dalam karya Piaget, pengetahuan adalah proses mengetahui melalui interaksi
dengan lingkungan, dan kecerdasan adalah sistem terorganisasir yang membentuk
struktur yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Karena itu,
kecerdasan adalah proses yang terus berjalan dan berubah, dan aktivitas
pemelajar menciptakan proses mengetahui. Pertanyaan utama bagi psikologi
karenanya adalah bagaimana pemelajar maju dari satu tahap konstruksi
pengetahuan ke tahap selanjutnya.
Transformasi dari salah satu
bentuk penalaran ke bentuk yang lain tergantung kepada empat faktor esensial.
Mereka adalah lingkungan, kematangan. Pengaruh sosial, dan proses yang disebut
sebagai ekuilibrasi. Peran ekuilibrasi adalah untuk mempertahankan fungsi
kecerdasan ketika hal tersebut melakukan transformasi besar.
Teori perkembangan kognitif Jean
Piaget mendefinisikan kecerdasan, pengetahuan, dan relasi pemelajar dengan
lingkungan. Kecerdasan, seperti sistem biologikal, adalah proses berkelanjutan yang
menciptakan struktur yang diperlukan untuk melangsungkan interaksi dengan
lingkungan.
Karakteristik esensial dari
pemikiran logikal adalah konstruksi struktur psikologikal dengan karaktersitik
partikular. Secara spesifik, pemelajar secara jelas mengenali perubahan dan
ketidak berubahan situasi, memahami operasi kebalikan untuk setiap
transformasi, dan mengidentifikasi solusi masalah sebagai keniscayaan logikal.
Perkembangan cara berpikir
individual yang berbeda sejak bayi sampai dewasa mencakup skema tindakan bayi,
praoperasi, operasional konkret, dan operasional formal. Proses kontruksi
masing-masing struktur yang lebih kompleks adalah asimilasi dan akomodasi yang
diatur oleh penyeimbang.
Peran pendidikan menurut Piaget
adalah mendukung riset spontan oleh anak. Eksperimen dengan objek ril dan
interaksi dengan teman, yang didukung oleh pertanyaan dari guru, memungkinkan
anak untuk mengonstruksikan pengetahuan fisika dan logika matematika.
Persyaratan utama kurikulum adalah kesempatan yang luas bagi anak untuk
berinteraksi dengan dunia fisik melalui berbagai cara, memperbaiki kesalahan
mereka dan mengembangkan jawaban melalui interaksi dengan teman.
Masalah utama dalam implementasi
ide Piaget berasal dari perspektif yang berbeda mengenai kecerdasan,
pengetahuan, dan belajar. Usaha yang kuat untuk mengubah perspektif seseorang
mengenai kecerdasan dan pengetahuan sebagai produk ke perspektif yang memandang
konsep ini sebagai proses. Pengembangan kurikulum, menurut
Piaget membutuhkan usaha dan kerja keras seperti diperlihatkan sendiri oleh
Piaget. Implementasi kurikulum Piaget juga diperumit oleh fakta bahwa teorinya
mengesampingkan relasi antara pemikaran logis dan kurikulum dasar, seperti
membaca dan menulis.
2.
Diskalkulia
a.
Pengertian Diskalkulia
Dalam proses belajar, ada
beberapa siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar dan salah satu kesulitan
belajar yang dialami siswa adalah diskalkulia (math difficulty). Diskalkulia adalah kesulitan belajar yang
menyebabkan anak menjadi tidak bisa berhitung. Mengalami kesulitan dalam
memahami konsep matematika. Diskalkulia terjadi ketika anak tidak mampu
memahami konsep-konsep hitung atau mengenali symbol-simbol aritmatika (tambah,
kurang, bagi, kali, akar).
Anak diskalkulia bukan tidak
mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap
belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang paling ditakuti di sekolah.
Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh ketidak mampuan mereka dalam
membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam
memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah
fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu harus
divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, selain itu
anak berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar
yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang
cenderung menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu
memotivasi anak didiknya.
Dengan memperhatikan tingkat
perkembangan siswa yang kecepatan perkembangannya serba tak sama (heterogen)
dan keanekaragaman potensi atau kemampuan yang dimiliki siswa dalam memahami
sebuah pelajaran sering menimbulkan masalah, antara lain kadang ada siswa yang
sangat cepat memahami materi dan ada yang merasa kesulitan dalam memahami
materi, maka dari itu guru yang mengajar juga harus memperhatikan perbedaan
individual setiap siswa.
Anak-anak diskalkulia tidak bisa
mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang abstrak itu
harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna, mereka
tidak bisa fokus dengan apa yang sudah dijelaskan oleh guru, selain itu anak
berkesulitan belajar matematika dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang
tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung
menggunakan cara konvesional, ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi
anak didiknya. Ketidak tepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi
pembelajaran.
Diskalkulia merupakan salah satu
gangguan belajar yang dialami siswa, dimana guru BK ikut berperan di dalamnya
dan bekerja sama dengan guru mata pelajaran, terutama mata pelajaran matematika
maupun guru wali kelasnya dengan melihat hasil belajar siswa yang rendah
terhadap pelajaran matematika yang disebabkan lemahnya penguasaan konsep
matematika yakni siswa tersebut tidak bisa menangkap penjelasan guru dan lemah
dalam pelajaran yang bersifat matematis.
b. Karakteristik Siswa Diskalkulia
Kesulitan belajar matematika atau
disebut juga diskalkulia. Diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang
adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat. Kesulitan belajar
matematika yang berat disebut akalkulia.26 Gangguan matematika adalah suatu
ketidak mampuan dalam melakukan keterampilan matematika yang diharapkan untuk
kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang. Keterampilan aritmatika
di ukur dengan tes yang dibakukan dan diberikan secara individual. Tidak adanya
kemampuan matematika yang di harapkan akan mengganggu kinerja sekolah atau
aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan yang ada adalah melebihi dari gangguan
yang menyertai defisit neurologis atau sensorik yang ada.
Gangguan
matematika dikelompokkan menjadi empat keterampilan, yaitu:
a. Ketrampilan linguistik (yang berhubungan dengan mengerti istilah
matematika
dan mengubah masalah tertulis menjadi simbol matematika)
b.
Ketrampilan perceptual (kemampuan
mengenali dan mengerti simbol dan mengurutkan kelompok angka)
c.
Ketrampilan matematika
(penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dasar dan urutan operasi
dasar)
d.
Ketrampilan atensional (menyalin
angka dengan benar dan mengamati simbol operasional dengan benar).
Menurut Lerner dalam bukunya
Mulyadi, ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu
adanya gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual,
asosiasi visual-motor, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol,
gangguan penghayatan tubuh dan kesulitan dalam bahasa dan membaca.
a. Gangguan Hubungan Keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti
depan-belakang, puncak-dasar, atas-bawah, tinggi-rendah, awal-akhir dan
jauh-dekat umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD.
Anak-anak telah memperoleh pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan
tersebut dari pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial
mereka atau melalui berbagai permainan.
Sebagaimana yang telah dikutip
Mulyadi tentang pendapat Lerner “Tetapi sayangnya, anak berkesulitan belajar
sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga
sering tidak mendukung terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi
terjadinya komunikasi antar mereka. Adanya kondisi ekstrinsik beberapa
lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya komunikasi dan kondisi
intrinsik yang diduga karena disfungsi otak dapat menyebabkan anak mengalami
gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan dapat mengganggu
pemahaman anak tentang sistem bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga
tidak tahu bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4, konsep dasar tersebut adalah:
(1) konsep keruangan, (2) konsep waktu, (3) konsep kuantitas, (4) konsep
serbaneka, (miscellaneous).
b. Abnormalitas
Persepsi Visual
Anak berkesulitan belajar
matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam
hubungannya dengan kelompok atau set. Kesulitan semacam itu merupakan salah
satu gejala adanya abnormalitas persepsi visual. Anak yang mengalami
abnormalitas persepsi visual akan mengalami kesulitan bila mereka diminta untuk
menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat
anggota. Anak semacam itu mungkin akan menghitung satu-persatu anggota tiap
kelompok lebih dahulu sebelum menjumlahkannya.
Anak yang memiki abnormalitas
persepsi visual juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.
Suatu bentuk bujur sangkar mungkin dilihat anak sebagai empat garis yang tidak
saling terkait, mungkin sebagai segi enam, dan bahkan mungkin tampak
sebagai lingkaran. Adanya abnormalitas persepsi visual semacam ini tentu saja
dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami
berbagai simbol.
c. Asosiasi
Visual-Motor
Anak berkesulitan belajar
matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil
menyebutkan bilangnya “Satu, dua, tiga, empat, lima, enam” anak mungkin baru
memegang benda yang keempat tetapi telah mengucapkan “ enam “ atau sebaliknya.
Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan
tanpa memahami maknanya.
d. Perseverasi
Ada anak yang perhatiannya
melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan
perhatian semacam itu disebut perseverasi. Anak demikian mungkin pada mulanya
dapat mengarjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat
pada suatu objek tertentu
e. Kesulitan
Mengenal dan Memahami Simbol
Anak berkesulitan belajar
matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan
simbol-simbol matematika seperti =, -, +, <, >, dan sebagainya. Kesulitan
semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh
adanya gangguan persepsi visual.
f. Gangguan
Penghayatan Tubuh
Anak berkesulitan belajar
matematika sering memperlihatkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak demikian merasa sulit
untuk memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta
untuk menggambar utuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan
bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada
posisi yang salah. Misalnya, tangan diletakkan dikepala, leher tidak Nampak dan
sebagainya.
g. Kesulitan
dalam Bahasa dan Membaca
Sebagaimana dikatakan Johnson
dalam bukunya Mulyadi, matematika sendiri pada hakikatnya adalah simbolis. Oleh
karena itu kesulitan dalam berbahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak
dibidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan
membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan
membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang
berbentuk cerita tertulis.30
c.
Kekeliruan Umum yang Dilakukan oleh Anak Berkesulitan Belajar Matematika
Sebagaimana
yang telah dikutip Mulyadi mengenai pendapat Lerner, agar
membantu
anak berkesulitan belajar matematika, guru perlu mengenal berbagai
kesalahan umum
yang dilakukan oleh
anak dalam menyelesaikan
tugas-tugas
dalam bidang
studi matematika. Beberapa
kekeliruan umum tersebut
adalah
kekurangan pemahaman tentang simbol, perhitungan, penggunaan proses yang
keliru, dan tulisan yang tidak terbaca.
a. Kekurangan
Pemahaman Tentang Simbol
Anak-anak umumnya tidak terlalu banyak mengalami
kesulitan jika kepada mereka disajikan soal-soal seperti 2 + 2 =... , atau 5 –
2 =... tetapi akan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada soal-soal seperti 3
+ …=
6.
Kesulitan semacam ini umumnya
karena anak tidak memahami simbol-simbol seperti sama dengan (=), tambah (+),
kurang (-) dan sebagainya. Agar anak dapat menyelesaikan soal-soal matematika,
mereka harus lebih dahulu memahami simbol-simbol tersebut.
b. Penggunaan
Proses yang keliru
Kekeliruan dalam penggunaan proses penghitungan dapat dilihat pada
contoh ini:
1)
Semua digit ditambahkan bersama
(alogaritma yang keliru dan tidak memperhatikan nilai tempat).
56
|
|
|
47
|
|
||
|
32
|
+
|
|
|
26
|
+
|
16
|
|
19
|
||||
|
|
|
||||
Anak menghitung : 5
|
+6+3+2=16
|
|||||
|
|
|
4
|
+7+2+6=19
|
||
c. Perhitungan
Ada anak yang belum mengenal dengan baik konsep
perkalian tetapi mencoba menghafal perkalian tersebut. Hal ini dapat
menimbulkan kekeliruan jika hafalannya salah.Daftar perkalian mungkin dapat
membantu memperbaiki kekeliruan anak jika anak telah memahami konsep perkalian.
d. Tulisan
yang tidak dapat dibaca
Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya
sendiri karena bentuk-bentuk hurufnya tidak tepat atau tidak lurus mengikuti
garis. Akibatnya, anak banyak mengalami kekeliruan karena tidak mampu lagi
membaca tulisannya sendiri.32
d.
Tinjauan Pengembangan Kognitif Jean Piaget Untuk Meningkatkan Kemampuan
Belajar Anak Diskalkulia (Studi Kasus Pada Siswa X di MI Pangeran Diponegoro
Surabaya
Di dalam bimbingan konseling
tentunya guru pembimbing harus memperhatikan prestasi belajar siswa, baik siswa
yang memiliki prestasi belajar rendah ataupun siswa berpestasi. Prestasi
belajar rendah disebabkan oleh berbagai macam faktor, khususnya pada siswa
diskalkulia yang memiliki kesulitan dalam mata pelajaran matematika sehingga
nilai matematikanya sangat rendah.
Pengembangan kognitif Jean Piaget
merupakan salah satu metode dalam mengembangkan kecakapan kognitif siswa.
Perkembangan kognitif siswa mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses
belajar mengajar, khususnya dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Karena pertama seharusnya para guru dan orang
tua juga para calon guru mengetahui bahwa intelegensi (kecerdasan) itu
melibatkan interaksi aktif antara siswa dengan dunia sekitarnya. Kedua
tahapan-tahapan perkembangan kognitif anak yang telah dikemukakan Piaget
merupakan jalan umum yang ditempuh oleh perkembangan intelegensi anak tersebut.
Oleh karenanya deskripsi mengenai setiap tahapan-tahapan perkembangan kognitif
tersebut hanya menjadi petunjuk mengenai kemampuan-kemampuan umum yang lazimnya
dimiliki bayi, anak, dan remaja dalam periode perkembangannya.
Namun demikian, sekedar untuk
tujuan-tujuan praktis memang kecakapan-kecakapan kognitif yang dimiliki seorang
siswa sekurang-kurangnya dapat menjadi patokan umum yang mengisyaratkan bahwa
siswa tersebut sedang berada pada tahap perkembangan tertentu.
Banyak siswa yang memandang
matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Meskipun demikian siswa
harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari. Seperti halnya bahasa, membaca, dan menulis, kesulitan belajar
matematika harus diatasi sedini mungkin. Kalau tidak anak akan menghadapi
banyak masalah karena hampir semua bidang studi membutuhkan matematika.
Metode dan pendekatan yang
digunakan oleh guru merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang
keberhasilan belajar peserta didik. Terkait dengan prestasi belajar yang rendah
khususnya pada siswa diskalkulia, dalam proses pegajaran perbaikan,
kadang-kadang guru terlalu disibukkan oleh berbagai kegiatan di kelas, dan cara
mengajar yang monoton apalagi kalau belum menguasai bahan pelajaran. Karena itu, guru kelas
atau guru bidang studi adalah yang paling tepat memberikan program perbaikan.
Menurut Syaiful Bahri dan Aswan
Zain terkadang guru terlalu sibuk untuk menangani seluruh siswa yang memerlukan
program perbaikan, maka tugas itu dapat dibantu oleh siswa. Pekerjaan ini
dinamakan tutoring, dimana manfaatnya adalah adakalanya hasilnya lebih baik
bagi beberapa anak yang mempunyai perasaan takut atau enggan bertanya kepada
guru dan bagi para tutor merupakan motivasi belajar tersendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar