Pendidikan merupakan rangkaian
kegiatan komunikasi yang kompleks antar manusia, sehingga manusia itu tumbuh
sebagai pribadi yang utuh. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi
masalah pendidikan. Sebagaimana dikatakan Sudjana,( 1989:1) bahwa upaya
perbaikan pendidikan hampir mencakup semua komponen pendidikan, seperti
pembaharuan kurikulum, proses belajar mengajar, peningkatan kualitas guru
melalui pendidikan profesi guru (PPG), pengadaan buku pelajaran dan sarana
belajar lainnya, penyempurnaan system penilaian, penataan organisasi, dan
managemen pendidikan.
Mengingat pendidikan selalu
berkaitan dengan upaya pembinaan manusia, maka keberhasilan pendidikan sangat
bergantung pada unsure manusianya. Unsur manusia yang paling menentukan
berhasilnya pendidikan adalah pelaksana pendidikan yaitu guru. Gurulah ujung
tombak pendidikan, sebab guru secara langsung berupaya mempengaruhi, membina
dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil
dan bermoral tinggi. Guru dituntut memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai
pendidik dan pengajar. Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan
ajar yang diajarkan dan terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang
guru tercermin dalam proses mengajar belajar.
Dalam hal proses mengajar
belajar matematika, penguasaan matematika seorang guru dan cara menyampaikannya
merupakan syarat yang sangat esensial. Untuk itu proses mengajar belajar
matematika harus diupayakan sebaik mungkin dan perlu mendapat perhatian yang
serius. Soedjadi(1985:44) mengatakan bahwa bagaimanapun baiknya kurikulum, bagaimanapun baik
materi matematika yang ditetapkan akan tidak mungkin mencapai tujuan sekiranya
tidak melalui proses belajar mengajar yang cocok.
Selanjutnya dinyatakan
Hudoyo,(1990:9) bahwa penguasaan guru terhadap materi matematika saja belumlah
memadai agar peserta didik berpartisipasi secara intelektual dalam belajar guru
seyogyanya juga memahami teori belajar sehingga belajar matematika menjadi
bermakna bagi siswa.
Hudoyo (1990:13) mengemukakan
bahwa teori belajar merupakan hokum-hukum umum yang melukiskan kondisi
terjadinya belajar. Dengan demikian teori belajar ini sangan membantu guru
dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa. Dengan memahami teori belajar,
guru akan memahami proses terjadinya belajar pada siswa. Guru mengerti
bagaimana seharusnya memberikan stimulasi sehingga siswa menyukai belajar. Guru
juga dapat memprediksi secara jitu dan beralasan tentang keberhasilan belajar
siswa.
Jika seorang guru akan
menerapkan suatu teori belajar dalam proses mengajar belajar, maka guru
tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar tersebut sehingga selanjutnya
dapat merancang bentuk proses mengajar belajar yang akan dilaksanakan.
Bagaimana menerapkan suatu
teori belajar dalam proses mengajar belajar ? Berikut akan diuraikan teori
belajar Ausubel serta penerapannya dalam proses mengajar belajar pertidaksamaan
kuadrat
B. PEMBAHASAN
1. Teori
Belajar Ausubel
a. Belajar
Menurut Ausebel
Ausubel mengklasifikasikan belajar
kedalam dua demensi sebagai berikut:
1)
Demensi-1, tentang cara penyajian
informasi atau materi kepada siswa. Demensi ini meliputi belajar penerimaan
yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final dan belajar penemuan yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang
diajarkan
2)
Demensi-2, tentang cara siswa
mengkaitkan materi yang diberikan dengan struktur kognitif yang telah
dimilikinya. Jika siswa dapat menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada
pengetahuan yang telah dimilikinya maka dikatakan terjadi belajar bermakna.
Tetapi jika siswa menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar
hafalan
Kedua demensi ini merupakan suatu
kontinum. Novak (dalam Dahar, 1988: 136)
memperlihatkan gambar sebagai
berikut:
Belajar Bermakna
|
Menjelaskan
|
Pengajaran Audio-
|
Penelitian Ilmiah
|
|
|||
|
hubungan
|
antara
|
Tutorial
|
|
|
|
|
|
konsep-konsep
|
|
|
|
|
|
|
|
Penyajian
|
Melalui
|
Kegiatan
|
di
|
Sebagian
|
Besar
|
|
|
Ceramah
|
atau
|
laboratorium
|
|
penelitian
|
rutin
|
|
|
buku pelajaran
|
sekolah
|
|
atau
|
produksi
|
|
|
|
|
|
|
|
intelektual
|
|
|
Belajar Hafalan
|
Daftar
Perkalian
|
Menerapkan
|
|
Pemecahan
|
|
||
|
|
rumus-rumus
|
|
dengan coba-coba
|
|
||
|
|
|
untuk
|
|
|
|
|
|
|
|
memecahkan
|
|
|
|
|
|
|
|
Masalah
|
|
|
|
|
|
Belajar
|
|
Belajar Penemuan
|
Belajar
Penemuan
|
|
||
|
Penerimaan
|
Terbimbing
|
|
Mandiri
|
|
|
Sepanjang kontinum mendaftar terdapat dari kiri ke kanan
berkurangnya belajar penerimaan dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan
sepanjang kontinum vertical terdapat dari bawah ke atas berkurangnya belajar
hafalan dan bertambahnya belajar bermakna
Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa belajar penerimaan
yang bermakna dapat dilakukan dengan cara menjelaskan hubungan antara
konsep-konsep, sedangkan belajar penemuan yang masih berupa hafalan apabila
belajar dilakukan dengan pemecahan masalah secara coba-coba. Belajar penemuan
yang bermakna hanyalah terjadi pada penelitian ilmiah.
Sehubungan dengan kedua demensi diatas, Ausubel (dalam
Hudoyo, 1988: 62) mengklasifikasikan empat kemungkinan type belajar, yaitu
belajar dengan penemuan bermakna, belajar dengan ceramah yang bermakna, belajar
penemuan yang tidak bermakna, dan belajar ceramah yang tidak bermakna.
Inti dari belajar Ausubel ini adalah belajar penerimaan yang
bermakna. Dikatakan Ausubel (dalam Hudoyo, 1988:62) bahwa belajar dikatakan
bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan belajar bermakna ini peserta
didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah dicapai
Menurut
Ausubel (dalam Dahar, 1988: 142), bahwa prasyarat belajar bermakna adalah
sebagai berikut:
1)
Materi yang akan dipelajari harus
bermakna secara potensial. Kebermaknaan materi tergantung pada dua factor
berikut:
a)
Materi harus memiliki kebermaknaan
logis, yaitu merupakan materi yang nonarbitrar dan substantive. Materi yang
nonarbitrar adalah materi yang konsisten dengan yang telah diketahui, sedangkan
materi yang substantive adalah materi yang dapat dinyatakan dalam berbagai cara
tanpa mengubah artinya.
b)
Gagasan-gagasan yang relevan harus
terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dalam hal ini harus diperhatikan
pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan intelektual mereka, intelegensi dan
usia
2)
Siswa yang akan belajar harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna. Dengan demikian siswa mempunyai
kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. Jadi tujuan siswa merupakan faktor
utama dalam belajar bermakna
Sebagaimana disimpulkan oleh Rosser (dalam Dahar, 1988: 143)
bahwa belajar bermakna dapat terjadi bila memenuhi tiga komponen yaitu materi
pelajaran harus bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memesukkan
materi itu kedalam struktur kognitifnya dan dalam struktur kognitif siswa harus
terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengkaitkan atau menghubungkan materi
baru secara nonarbitrar dan substantif. Jika salah satu komponen tidak ada,maka
materi itu akan dipelajari secara hafalan
Beberapa
Prinsip dalam teori belajar Ausubel
1) Advance
Organizer
Advance Organizer mengarahkan para siswa ke materi yang akan
dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakan
dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Advance Organizer dapat dianggap
merupakan suatu pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru (Dahar,
1988: 144)
2) Diferensiasi
Progresif
Selama belajar bermakna berlangsung perlu terjadi
pengembangan konsep dari umum ke khusus. Dengan strategi ini guru mengajarkan
konsep mulai dari konsep yang paling inklusif, kemudian kurang inklusif dan
selanjutnya hal-hal yang khusus seperti contoh-contoh setiap konsep.
Sehubungan dengan ini dikatakan Sulaiman (1988:203) bahwa diferensiasi
progresif adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan
secara heirarkis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari
satu kesatuan yang besar
3) Belajar
Superordinat
Belajar superordinat dapat
terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Dinyatakan Dahar, (1988:148)
bahwa belajar superorninat tidak dapat terjadi disekolah, sebab sebagian besar
guru-guru dan buku-buku teks mulai dengan konsep-konsep yang lebih inklusif
4) Penyesuaian
Integratif (Rekonsiliasi Integratif)
Menurut Ausubel (Dahar, 1988:
148), selain urutan menurut diferensiasi progresif yang harus diperhatikan
dalam mengajar, juga harus diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru
dihubungkan dengan konsep-konsep yang superordinat. Guru harus memperlihatkan
secara eksplisit bagaimana arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan
dengan arti-arti sebelumnya yang lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang
tingkatannya lebih tinggi mengambil arti baru. Untuk mencapai penyesuaian
integratif, materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa hingga dapat
digerakkan hierarki-heirarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi
disajikan. Guru dapat mulai dengan konsep-konsep yang paling umum, tetapi perlu
diperlihatkan keterkaitan konsep-konsep subordinat dan kemudian bergerak
kembali melalui contoh-contoh ke arti-arti baru bagi konsep-konsep yang
tingkatannya lebih tinggi
2. Cara Menerapkan
Teori Belajar Ausubel
Untuk menerapkan teori belajar
Ausubel, Dadang Sulaiman menyarankan agar menggunakan dua fase yaitu fase
perencanan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan
tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat
struktur materi dan memformulasikan advance organizer. Fase pelaksanakan
terdiri darai advance organizer, diferensiasi progresif dan rekonsiliasi
integratif
a.
Fase Perencanaan
1)
Menetapkan Tujuan Pembelajaran,
tahapan pertama dalam kegiatan perencanaan adalah menetapkan tujuan
pembelajaran. Model Ausubel ini dapat digunakan untuk
mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi.
Sebagaimana dikatakan Sulaiman (1988: 199), bahwa model Ausubel tidak dirancang
untuk mengajarkan konsep atau generalisasi, melainkan untuk mengajarkan
“Organize d bodies of content” yang memuat bermacam konsep dan generalisasi
2)
Mendiagnosis latar belakang
pengetahuan siswa, model Ausubel ini meskipun dirancang untuk mengajarkan
hubungan antar konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi dan tidak untuk
mengajarkan bentuk materi pengajaran itu sendiri, tetapi cukup fleksibel untuk dipakai
mengajarkan konsep dan generalisasi, dengan syarat guru harus menyadari latar
belakang pengetahuan siswa, Efektivitas penggunaan model ini akan sangat
tergantung pada sensitivitas guru terhadap latar belakang pengetahuan siswa,
pengalaman siswa dan struktur pengetahuan siswa. Latar belakang pengetahuan
siswa dapat diketahui melalui pretes, diskusi atau pertanyaan
3)
Membuat struktur materi, membuat
struktur materi secara hierarkis merupakan salah satu pendukung untuk melakukan
rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel
4) Memformulasikan
Advance Organizer, menurut Eggen(1979: 277), Advance
organizer dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu: a) mengkaitkan atau menghubungkan materi pelajaran
dengan struktur pengetahuan siswa, b) mengorganisasikan materi yang dipelajari
siswa
Terdapat tiga macam organizer, yaitu
definisi konsep, generalisasi dan analogi
a)
Definisi konsep dapat merupakan
organizer materi yang bermakna, bila materi tersebut merupakan bahan pengajaran
baru atau tidak dikenal oleh siswa. Untuk kemudahan siswa, guru sebaiknya
mengusahakan agar definisi dibuat dalam terminalogi yang dikenal siswa.
b) Generalisasi
berguna untuk meringkas sejumlah informasi
c)
Analogi merupakan advance organizer
yang paling efektif karena seringkali sesuai dengan latar belakang siswa. Nilai
analogi sebagai advance organizer tergantung pada dua faktor yaitu(1)penguasaan
atau pengetahuan siswa terhadap analogi itu, (2) tingkat saling menunjang
antara gagasan yang diajarkan
dengan analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat siswa lebih baik
dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep
b. Fase
Pelaksanaan
Setelah
fase perencanaan, guru menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini. Untuk
menjaga agar siswa tidak pasif miaka guru harus dapat mempertahankan adanya
interaksi dengan siswa melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan dan
sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu Guru hendaknya mulai dengan
advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai pedoman
untuk mengembangkan bahan pengajaran. Langkah berikutnya adalah menguraikan
pokok-pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif.
Setelah guru yakin bahwa siswa
mengerti akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya
yaitu:1) menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui
rekonsiliasi integratif, atau 2) melanjutkan dengan difernsiasi progresif
sehingga konsep tersebut menjadi lebih luas,
3.
Alternatif Penerapan Teori Belajar
Ausubel pada Pembelajaran Pokok Bahasan Pertidaksamaan kuadrat
a. Fase
Perencanaan
1)
Menetapkan tujuan Pembelajaran,
siswa memahami dan terampil menggunakan aturan dan rumus-rumus persamaan
kuadrat, fungsi kuadrat dan grafiknya serta pertidaksamaan kuadrat
2) Indikator:
a) Menentukan
himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan kuadrat
3)
Mendiagnosis latar belakang
pengetahuan siswa, latar belakang pengetahuan siswa dalam memahami pokok
bahasan ini adalah sebagai berikut;
a) Pertidaksamaan
dan ketidaksamaan (materi SMP kelas-1)
b) Pertidaksamaan
linear satu peubah (materi SMP kelas-1)
c) Persamaan
kuadrat (materi SMP kelas-3)
4) Membuat
struktur materi
5)
Memformulasikan Advance Organizer,
untuk mengajarkan pokok bahasan pertidaksamaan kuadrat kelas-1 SMA, pengetahuan
yang telah dimiliki siswa dan dapat digunakan sebagai advance organizer adalah
sebagai berikut:
a)
|
Pertidaksamaan adalah
kalimat terbuka yang
ruas kiri dan
kanan
|
|
||
|
dihubungkan
oleh salah satu dari tanda , <,
|
,
|
≤,≥
|
|
b)
|
Ketidaksamaan adalah
kalimat tertutup yang
ruas kiri dan
kanan
|
|
||
|
dihubungkan
dengan tanda , <, , ≤,≥
|
0,
|
0,
|
|
c)
|
Pertidaksamaan
dalam bentuk seperti ax +b
|
|
||
|
0;
0,,∈ 0
|
|
disebut
|
|
pertidaksamaan
linear dengan satu variabel. Dikatakan linear karena pangkat dari variabelnya
yaitu x adalah satu)
d)
Sifat-sifat yang digunakan dalam
menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel adalah
(1)
Jika kedua ruas dari pertidaksamaan
ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang sama, maka penyelesaiannya tidak
berubah
(2)
Jika kedua ruas dari pertidaksamaan
dikalikan dengan bilangan positif yang sama, maka penyelesaiannya tidak berubah
(3)
Jika kedua ruas dari pertidaksamaan
dikalikan dengan bilangan negatif yang sama, maka penyelesaiannya tidak berubah
asalkan arah dari
tanda pertidaksamaan dibalik
e) Bentuk umum persamaan kuadrat adalah
0,,,∈ 0
f)
Untuk mencari akar-akar persamaan
kuadrat digunakan beberapa cara yaitu menfaktorkan, membentuk kuadrat sempurna
dan rumus abc
3) Fase
Pelaksanaan
|
|
|
Uraian kegiatan
|
|
|
|
Prinsip yang digunakan
|
|
|||
|
|
|
|
|
(1)
|
|
|
|
|
(2)
|
|
Guru mengingatkan siswa
tentang perbedaan antara
|
Advance
organizer
|
|
|||||||||
ketidaksamaan dan pertidaksamaan
|
|
|
|
|
|
||||||
Guru mengingatkan siswa
pada persamaan linear
satu
|
Advance organizer
|
|
|||||||||
peubah dan
tiga sifat yang
diperlukan dalam
|
|
|
|||||||||
menyelesaikan pertidaksamaan tsb
|
|
|
|
|
|
|
|||||
Guru
|
memberi
|
problema
|
tentang
|
tentukan himpunan
|
Advance organizer
|
|
|||||
penyelesaian
dari
|
3−12
|
|
5 6
|
|
, ∈
|
Diferensiasi progresif
|
|
||||
Guru
melanjutkan ke materi pertidaksamaan kuadrat
|
|
||||||||||
|
++<0,
|
++>0,
|
|
|
|
+ + ≤
|
|
|
|||
Pertidaksamaan
|
kuadrat
|
dalam
|
bentuk umum
adalah
|
|
|
||||||
0,
|
|
++≥0,,,∈,≠0
|
|
|
|
|
Diferensiasi progrsif
|
|
|||
Dengan
menggunakan beberapa contoh antara lain soal
|
|
||||||||||
tentukan himpunan
penyelesaian
|
d
|
|
+2−8>0, ∈
|
|
|
||||||
Dengan arahan
guru, siswa diminta
untuk dapat
|
Rekonsiliasi
integratif
|
|
|||||||||
menyimpulkan cara
yang dapat digunakan
dalam
|
|
|
|||||||||
menentukan tanda positif atau
negatif pada garis bilangan
|
|
|
|||||||||
Untuk menentukan tanda positif
atau negatif pada garis
|
|
|
|||||||||
bilangan, cukup diambil salah satu
titikk saja pada salah
|
|
|
|||||||||
satu daerah,
kemudian pada setiap
pergerantian daerah
|
|
|
|||||||||
tandanya berubah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
(1)
|
|
|
|
|
(2)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tentukan himpunan penyelesaian
dari
|
|
|
Diferensiasi
progresif
|
|
|||||||
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.Kebaikan Teori belajar Ausubel
Dari
uraian tentang teori belajar Ausubel di atas, dapat dikemukakan beberapa
kebaikan dri teori belajar Ausubel antara lain:
a.
Informasi yang diperoleh dari
belajar bermakna memiliki daya endap(retensi) lebih lama dibandingkan hafalan,
karena pemberian setiap konsep baru kepada siswa selalu dikaitkan dengan
struktur kognitif yang dimilikinya
b. Pembelajaran
disekolah dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien
c.
Teori belajar Ausubel menuntun guru
terbiasa menyajikan materi pelajaran dari konsep yang paling inklusif ke konsep
yang kurang inklusif
PENUTUP
Dapat dipahami bahwa materi
matematika itu tidak datang dengan sendirinya melainkan hasil temuan para ahli
matematika. Namun demikian dalam proses mengajar belajar matematika, tidak
semua materi harus dipahami siswa melalui penemuan. Siswa dapat belajar dengan
penerimaan yang bermakna asalkan siswa dapat mengkaitkan pengetahuan yang baru
dipelajarinya dengan struktur yang telah dimilikinya. Belajar seperti ini
dikemukakan oleh Ausubel yang dikenal dengan teori belajar bermakna dan
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah.
Walaupun metode yang digunakan
metode ceramah, guru tidak perlu pesimis akan kebermaknaan materi yang
disampaikan asalkan selalu dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa.
Dengan memakai teori belajar Ausubel ini, guru tidak akan menganggap bahwa
pengajaran dengan metode ceramah hanya akan menyebabkan siswa akan belajar secara
hafalan.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar,
Rtnowilis, 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Kurnianingsih,
Sri, dkk, 2000. Mathematics for Senior School Grade X, Jakarta: Eksis
Eggen,
Paul D&Kauchah, Donal P, 1988. Strategies for Teacher (Teaching content and
Thinking Skill) Prentice
Hall, Englewood Cliffs New Jersey
Hudoyo, Herman, 1990. Strategi Mengajar Belajar
Matematika. Malang: Penerbit IKIP Malang
Nur,
Muhammad, 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Pusat Studi
Matematika & IPA Unesa
Soedjadi,
1985. Mencari Strategi Pengelolaan Pendidikan Matematika Menyongsong Tinggal
Landas Pembangunan Indonesia (Suatu Upaya Mawas diri). Pidato Pengukuhan yang
diucapkan dalam peresmian jabatan guru besar Pendidikan Matematika di IKIP
Surabaya pada tanggal
7 September 1985
Sudjana,
Nana, 1989. Cara Belajar Siswa aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung:
Sinar Baru
Sulaiman
, Dadang, 1988. Teknologi/ Metodologi Pengajaran. Jakarta: P2LPTK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar